Naik Haji

Sedari dulu aku selalu berfikir, jika saja Ayah dan Ibuk tidak menyekolahkan kami bertiga hingga ke jenjang pendidikan S1, mungkin hidup mereka akan cukup berlimpah.
Jika saja Ayah dan Ibuk tidak pernah memiliki harapan yang tinggi akan pendidikan dan masa depan kami seperti saat ini, mungkin sudah lama mereka berangkat menunaikan ibadah haji.

Terlebih biaya pendidikanku di kedokteran yang tidaklah murah.

Orang tuaku bukanlah orang yang sangat berada. Mereka hidup cukup, dengan semua asa tentang masa depan anak-anak mereka yang selalu membayangi mereka. Jika saja aku boleh mencintai manusia selain Rasulullah SAW lebih dari apapun di muka bumi ini, maka aku tidak punya jawaban lain selain mereka berdua. Rasanya cukup fasih dengan cinta tanpa pamrih yang mereka teladankan.

Ayah dan Ibuk adalah 2 orang pegawai negeri biasa. Ayah adalah pegawai negri biasa dan Ibukku adalah seorang guru matematika. Tapi impian mereka luar biasa. Mereka mengharapkan kehidupan yang lebih baik untuk ketiga orang anak-anak mereka. Aku masih ingat benar, bagaimana orang tuaku khawatir tidak mampu membekali kami hingga ke jenjang sarjana. Betapa deg-degan-nya Ayah ketika aku diterima di fakultas kedokteran. Betapa tangguhnya mereka yang tidak pernah mengeluh atau meminta bantuan siapapun selama membiayai sekolah kami. Pelajaran yang selalu dicamkan oleh Ayah dan Ibuk adalah jangan pernah meminta, jangan pernah mengemis!

Aku selalu terharu jika mengingat mereka berdua. Rasanya, jika air mata menjadi tinta maka tetap tidak akan pernah lahir sebuah romansa yang melebihi pengorbanan dan cinta mereka.

Sebenarnya tiba-tiba saja aku ingin menulis sedikit tentang mereka. Agak random memang. Hal ini bermula di suatu siang disaat aku bertugas sebagai dokter internsip di Puskesmas, aku bertemu dengan sepasang suami istri yang datang untuk meminta surat keterangan sehat.

"Selamat siang ibu, bapak. Saya dr.Shinta ada yang bisa saya bantu?"
"He'eh iya dok. Ini Saya dan istri mau buat surat keterangan sehat.."
"Oh surat keterangan sehat ya? Keperluannya untuk apa bu, pak?"
Sambil malu-malu sang bapak menjawab "Untuk daftar haji dok.."

Setelah melalukan pemeriksaan, aku kembali ke meja untuk menuliskan hasil pemeriksaan. Kemudian bapak dan ibu tersebut aku persilahkan duduk kembali. Aku memang sering ngobrol dengan pasien biar lebih akrab dan mereka tidak bosan. Iseng aku bertanya kepada mereka.

"Pekerjaannya apa pak?"
"Nelayan dok.."
"Oh..ibu pekerjaan nya apa?"
"Kalau saya ibu rumah tangga aja dok.."

Wah hebat. Mungkin bapak ini adalah nelayan yang menjadi bos dan punya banyak kapal-kapal besar pikirku mengingat Puskesmas tempatku mengabdi adalah daerah perpantaian.

"Iya dok, saya daftar-daftar saja dulu dok. Masalah kapan dipanggilnya kapan saya belum tahu dok. Mungkin bertahun-tahun lagi dok." kata si bapak sambil tersenyum optimis. Rasa-rasanya khayalku tentang pekerjaannya sebagai seorang bos besar yang memiliki banyak kapal langsung musnah ketika melihat penampilan kedua suami-istri yang sangat bersahaja ini.

Aku hanya mampu terdiam, terpaku dan sisa-sisa kesadaranku langsung menghulu pada wajah kedua orang tua di rumah. Lagi-lagi memang terasa sedikit random. Langsung terbayang olehku wajah Ayah dan Ibuk. Mereka terbilang mampu jika dibandingkan dengan sepasang suami-istri yang barusan ku temui. Namun, mereka menghabiskan banyak waktu,berkorban banyak materi dan banyak kesempatan untuk menunaikan rukun islam ke 5 itu, demi kami, demi aku dan sesuatu dimensi bernama masa depan.

Seketika aku merasa berdosa, mereka tidak pernah menjadikan kami alasan keterlambatan mereka untuk berangkat haji, tapi bagi Ayah dan Ibuk itu hanya sebuah 'penundaan'. Padahal aku menyadari benar, bahwa umur sungguh sangat rahasia. Tidak ada yang tahu batas masa seseorang di bumi.

Bagiku, Ayah dan Ibuk sangat memahami konsep dan konsekuensi ketika mereka memutuskan untuk  berumah tangga. Bukan hanya setelah mengijab-qabul-kan Ibukku maka urusan Ayah selesai. Bukan. Bukan pula ketika kami bertiga telah lahir ke dunia maka tanggung jawab Ayah dan Ibuk selesai. Bukan. Tapi bagi Ayah dan Ibuk, pengorbanan ini bukan mengenai 'kisah sebentar', tetapi mengenai keselamatan dan kebahagiaan kami di dunia juga di akhirat.

Bagaimana mungkin, aku tidak cinta :"

Ketika pulang nanti selesai internsip, aku ingin langsung mendaftarkan Ayah dan Ibuk untuk berangkat haji, entah bagaimanapun caranya. Jika Allah mengizinkan, maka tidak ada yang tidak mungkin. Dan aku tidak pernah kecewa berdo'a kepada-Nya.

Seketika aku pun langsung mengazamkan kembali niatan ku untuk selalu menjadi sebab bagi kebahagiaan mereka dunia dan akhirat. Aku berniat dan berdoa semoga Allah memberi umur panjang yang berkah dan bahagia untuk Ayah dan Ibuk. Dan Allah, semoga Engkau memampukanku untuk itu semua.

(sumber pict : media.shafira.com)

Aku mencintai kalian, Yah..Buk.. karena Allah. Semoga kita sekeluarga selalu bahagia hingga ke syurga-Nya Allah yaa :')


-Bandar Lampung, 6 November 2015-

Ungkapan Cinta Untuk Ibu dan Ayah



 Bagai pelangi yang menghampar indah dari nirwana..
Bagai tetes embun yang menyuguhkan kesegaran..
Bagai cinta tulus tak berpenghalang..
Pemilik kemegahan cinta dan ridho sang Maha Kuasa..
Wahai Ibu dan Ayah...

Ibu..
Aku tahu semua ini tidak akan pernah  mudah..
Kau mengandungku, membesarkanku dan mendidikku bahkan sedari aku masih berada dikandunganmu..hingga saat ini..
Kini,garis keletihan dan kelelahan terlihat begitu jelas di wajahmu..
Namun kau selalu ada untuk mendukungku, anakmu..

Ayah..
Sungguh tak akan terbilang lagi berapa banyak tetes keringatmu yang tumpah demi aku..
Hujan ataupun badai tak lagi penting bagimu..Sekalipun kau harus sakit atau terluka, senyummu selalu merekah..Hanya demi melihatku bahagia..

Aku yang masih sering menoreh luka disela ucap maupun tingkah laku-ku..
Membantah nasehatmu bahkan melukai hatimu..
Tak jarang aku mengecewakanmu, wahai ibu dan ayahku..
Tapi kalian selalu menyambutku dengan pelukan hangat..
Memaafkanku sekalipun aku tidak pernah memintanya..
Bahkan kalian selalu menyisipkan namaku diantara doa dan sujud panjang yang kalian munajatkan..

Anakmu kini telah dewasa, Ibu..Ayah..
Aku yang dulu masih belajar merangkak, kini sudah dapat berlari menggapai citaku..

Ibu..Ayah..
Usia kalian kini mulai menua..Tubuh yang mulai melemah, rambut yang kian memutih..
Kini belum ada bakti yang mampu ku beri..
Tapi percayalah kalian adalah pijar pemilik cahaya di hati ini..

Terima kasih untuk pengorbananmu..
Untuk semua kasih dan sayangmu..

Sungguh, aku sangat menyayangimu..
Ibu dan Ayahku..


Puisi ini saya bacakan pada acara persembahan sumpah dokter angkatan XXII Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, teruntuk semua ORANG TUA HEBAT di muka bumi ini terutama untuk... 
orang tua kami :)


#latepost

Berkah Akhir Tahun

Ehaaaaayyyy!!! (nyapa sok akrab)
Saya selalu malu saat menyadari bahwa saya memiliki blog yang hampir cukup sangat lama saya tinggalkan. Karena saya adalah tipikal orang yang harus 'mengikat' ide dan kreatifitas melalui tulisan (sebelum lupa) seharusnyaaaa dan ideaaalnyaaa blog ini adalah wadahnya. Tapi..tapi tapiii...

Tapi apalah. Seorang shinta ini sangat sibuk. Sibuk galau, ya itulah agenda saya beberapa bulan terakhir. GALAU. Setelah stase kedokteran komunitas berakhir, maka berakhir pula masa kepaniteraan klinik saya di rumah sakit dan puskesmas. Rasanya, ahm yaaa seperti salad Indonesia. Antara senang karena semua proses yang telah dilewati dan sedih karena proses panjang ini telah menghasilkan sebuah embrio bernama kenangan, yang sejak awal tanpa sadar telah berimplantasi, lalu menghujam sangat dalam.

Itukah akar dari pucuk-pucuk kegalauan yang memporak-porandakan hidup beberapa bulan terakhir? Oh tentu bukan. Galaunya berpisah dengan kepaniteraan klinik masih sangat elegan. Galau yang masih cool gitulah, se-cool juntaian rambutnya subaru okiya yang kena efek angin-angin.

Pada hari pengumuman kelulusan kepaniteraan klinik, kami dikumpulkan di aula rumah sakit. Hampir semua konsulen dan dokter-dokter : guru-guru kami berkumpul. Aura yang terpancar di dalam ruangan itu terasa berbeda, MENCEKAM! *dicapslockbiardramatis* tapi semua guru-guru kami tampak ramah. Saya benar-benar takut menunggu pengumuman kelulusan kepaniteraan ini. Namun salah seorang konsulen idola saya seolah memberikan kode bahwa semua akan baik-baik saja dan sesekali tampak tertawa melihat saya yang sedang mengeluarkan jurus propofol : jurus penenang. #bodoamatistilahgw

Alhamdulillah, Dia Yang Maha Baik masih meridhoi saya untuk lulus dari kepaniteraan klinik. Tapi perjuangan belumlah usai -mungkin lebih tepatnya- baru akan dimulai. Kami masih harus melewati exit exam dari fakultas. Exit exam fakultas berupa ujian CBT dan OSCE yang menyerupai ujian UKMPPD yang sebenarnya. Jika lulus exit exam fakultas, kami baru diperkenankan untuk ikut UKMPPD. Oh ya, saya belum sempat mengenalkan kalian dengan sahabat perjuangan baru ini.

UKMPPD adalah ujian kompetensi mahasiswa profesi pendidikan dokter, yang merupakan sebuah ujian kompetensi yang harus dilalui sebelum menapaki tahap selanjutnya yakni internship. Masih panjang kan? HAHAHA tentu saja -__-

Karena itu, setelah mengetahui pengumuman akan diadakannya exit exam fakultas, saya dan gank koass pemalu (teman superkoassan) mulai mengatur strategi perang. Kami merencanakan untuk belajar di rumah rani ubur-ubur dan siap membakar semua soal dengan semangat membara luar biasaaaaaahhh, MERDEKAAA! *walaupun pada kenyataannya tidak sekeren itu* HAHAHA..krik

Tumpukan soal-soal itu mulai kami gigiti satu per satu. Ibarat rayap yang memakan sepihan kayu, kami melahap soal-soal itu tanpa menyisakan sedikit pun. Iya, melahap dalam arti sesungguhnya. Antara laper dan mungkin jelmaan siluman rayap.

Hari ujian exit exam fakultas pun tiba. Saya fikir ini hanya latihan sebelum menghadapi UKMPPD, hanya 'bercanda'. Namun ketika merasakan ujiannya saya baru yakin INI UJIAN BENERAAANN T__T
Saya dan gank koass pemalu  pasrah setelah ujian. Ya pasrah dan berharap jalan kami masih dilapangkan.

Dan Allah menyambut doa dan usaha kami dengan kabar gembira. Bukan mengenai ekstrak kulit manggis, alhamdulillah Dia masih mengizinkan kami lanjut ke tahap selanjutnya. Saya dan gank koass pemalu lulus ujian exit exam fakultas.

Semangat kami tidak boleh kendur, tidak boleh padam. Karena waktu yang kami miliki untuk mempersiapkan tidak begitu banyak. Kami langsung melanjutkan perjuangan untuk mengikuti UKMPPD. Tujuan kami hanya satu : LULUS!

Setiap hari kami mulai belajar kelompok (masih) di rumah rani ubur-ubur. Kelompok kami kedatangan 3 orang senior baik hati sebagai anggota belajar baru yang ikut belajar bersama kami, sehingga kami merubah nama kelompok menjadi gank study hard *entahapaini* *sibukgantinama*

Rutinitas belajar setiap hari pun dimulai. Dari awal kami menyamakan persepsi dan menyatukan komitmen, bahwa ini perjuangan kami bersama, lebih baik berdarah-darah sekarang daripada bersimbah air mata nanti.. *mateeeiiii

Kami mulai belajar dari pagi hari hingga sore hari. Setengah hari belajar bersama dan setengah malamnya dipakai untuk belajar sendiri, karena masing-masing anggota belajar memiliki kewajiban membuat pembahasan soal dikeesokan harinya. Hujan badai tidak menghalangi. Setiap harinya melakukan hal yang sama.
Cape?  Iyalah.
 Jenuh? Gak usah ditanya.
Kurang tidur? Haaa?? Tidur? Apa itu? Kosa kata baru???

Dan pada akhirnya...kami mulai tumbang satu persatu.
Beberapa dari anggota gank study hard mulai sakit, dan saya salah satunya. Awalnya saya merasa sehat, kuat dan keren tapi lama-lama..suhu badan yang semakin meningkat, kepala yang terasa semakin berat, batuk yang mencekat mulai menyadarkan saya akan fisik yang tidak boleh dipaksakan.

Sayangnya justru sakit di hari ujian. Ya, kepala cekot cekot yang berkolaborasi dengan soal ujian memang merupakan kombinasi duet yang pas. Pas untuk membunuh perlahan T__T
Lagi-lagi saya pasrah. *kapansihujiangakpasrah*

Soal-soal ujian tersebut masih membayangi seluruh isi kepala saya. Ya seperti orang jatuh cinta yang selalu terbayang-bayang wajah orang yang disukainya, seperti itu saya terbayang-bayang soal-soal ujian CBT. Cuma bedanya orang yang jatuh cinta akan tersenyum mengingat orang yang disukainya, sedangkan membayangkan soal-soal CBT? Saya hanya bisa menggaruk-garuk dinding ketika sel-sel syaraf di otak menciptakan sewujud bayangan bernama soal, begitu nyata.

Seminggu setelahnya, kami kembali harus melewati ujian nasional OSCE, berupa ujian praktik kedokteran, berupa simulasi kasus dan penanganannya. Waktu untuk mempersiapkannya terasa sangat kurang. Ah, namanya juga ujian, kapanlah shinta bisa merasa waktu persiapannya cukup -__-
Saya dan gank study hard mempersiapkan ujian ini lebih giat lagi karena waktunya yang hanya seminggu, dan hasilnya? Iya benar sekali, akhirnya saya benar-benar tepar.

Saya mendapat giliran hari kedua saat OSCE. Menurut teman-teman yang mendapat ujian pada hari sebelumnya, soal ujiannya benar-benar unpredictable. Hmm, semakin cemas membayangkan ujian keesokan harinya. Tapi untuk belajar lagi rasanya udah nggak kuat. Ya sudahlah, jurus pamungkas yakni pasrah terpaksa (lagi-lagi) dilakukan.

OSCE nasional pun dilangsungkan. Ah, rasanya nggak sanggup kalo harus menuliskannya lagi. Saya benar-benar merasa tidak seratus persen. Merasa seperti bukan shinta yang selama ini. Merasa yang ujian benar-benar bukan saya. Tidak etis jika saya menyalahkan kondisi fisik yang sedang tidak baik sebagai alasan. Tapi performa saya saat ujian bagi saya benar-benar mengkhawatirkan.

Kebiasaan mahasiswa FK setelah ujian adalah membahasnya! haha dan ya, itulah masa-masa paling galau. Nggak mau denger eh tapi penasaran, kalo denger dan jawabannya beda jadinya galau. Ada banyak jawaban saya yang berbeda dengan teman-teman yang ujian pada hari itu. Rasanya saya kenyang oleh rasa hambar dari perasaan saya saat itu. Saya langsung pulang ke kosan. Menelungkupkan muka di atas bantal dan melupakan makan siang yang sedari tadi sangat saya rindukan. Perlahan, bulir-bulir bening mulai mengalir dari sudut mata saya..

Rasanya saya benar-benar tidak mau bertemu siapa-siapa hari itu. Saya merasa gagal dan entah kenapa rasa lelah yang membuncah itu mulai terasa. Saya merasa apa yang saya perjuangkan selama ini tidak dieksekusi dengan maksimal. Kecewa sekali rasanya.

Seharian orang tua menelpon. Kalau tidak takut mereka khawatir terhadap saya, mungkin saya tidak akan mengangkat telpon dari mereka. Tapi saya tidak dapat berbohong. Ketika mereka menanyakan ujian, saya hanya mampu menjawab dengan tangisan. Malu rasanya kalo ingat saat-saat itu.

Tidak hanya itu, saya mengurung diri di kamar nyaris 3 hari penuh. Pas sekali, saat itu sedang musim hujan, tambah remuk perasaan saya rasanya. Dan yang lebih mengkhawatirkan : saya mulai kehilangan nafsu makan. Saya tidak mau bertemu orang-orang. Saya mulai jatuh pada fase depresi. Saat terbangun tengah malam, saya jadi sering melamun lalu seolah tanpa dikomando, saya meneteskan air mata. Entah apa yang terjadi saat itu, saya benar-benar ada pada titik nadir kejenuhan.

Hanya ada Allah, tempat saya menumpahkan semua perasaan saya yang terasa sangat lelah. Saya benar-benar kerdil mental saat itu. Orang tua pun menjadi khawatir dengan kondisi saya yang benar-benar down.

Bersyukurnya, hal itu berlangsung hanya 3 hari. Hari ke-3 saya mulai acceptance walau terkadang masih sedih bila hal tersebut dibahas kembali. Pada hari itu nafsu makan saya sudah mulai kembali. Teman-teman di koass pemalu juga mulai khawatir dengan kondisi saya, mereka datang menjenguk dan memberi support melalui media komunikasi. Rasanya saya LEBAY SEKALI waktu itu hahaha.
Tiap hari hampir sebulan-an waktu itu, saya memutar lagu Afgan-kumohon. Tapi entah kenapa waktu lagu itu diputar dalam 3 hari pasca OSCE, lagu itu benar-benar bercitarasa air mata.

Seiring berjalannya waktu, saya mulai hidup dengan biasa, santai dan cool seperti sebelumnya. *kantong plastik ada disebelah sana* *silahkan kalo mau muntah*

Dan waktu pengumuman UKMPPD pun tiba. Entah kenapa justru di hari H nya saya justru biasa-biasa saja. Menurut saya waktu itu, pengumuman akan diundur. Tidak akan tepat waktu. Jadilah malam itu saya tertidur dengan lelap, makan dengan tenang. Beda halnya dengan keluarga saya di rumah. Kata Ibuk, sedari jam 3 dini hari Ayah sudah membangunkan kakak ipar untuk melihat pengumuman di internet. Bahkan Ibuk berniat datang ke Bandar Lampung hanya untuk menemani saya membaca pengumuman, khawatir jika nanti hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Ibuk khawatir aku kecewa dan bersedih. Saya merasa berdosa telah membiarkan mereka mengkhawatirkan saya hingga sejauh ini :''

Keesokan harinya, saat sedang membuka tablet, saya melihat ada message dari seorang teman seangkatan di grup angkatan. Bunyinya kurang lebih seperti ini :
"Selamat untuk rekan-rekan 09 yang sudah lulus ukmppd november 2014"
Saya langsung membalas message itu dengan cepat.
"Eh serius dulu, emang udah pengumuman ya?"
Saya langsung membuka web pengumuman UKMPPD dan langsung mendownload pengumumannya. Kaki dan tangan tiba-tiba serasa membeku. Keringat mengucur seirama dengan degupan jantung yang semakin cepat. Saya langsung memasukkan nama di bagian pencarian. SHINTA TRI LUSIANI dan menekan enter.

Sepersekian detik rasanya saya tidak mampu bernafas, dan ketika hasil pencarian menunjukkan nama saya ada rasanya saya benar-benar tidak menginjak bumi lagi. Lega sekali rasanya. Saya langsung menangis, sujud syukur dan bertakbir. Saya melihat handphone saya berkedip dan ada message dari kakak saya.
"Tong itu hasil pengumuman. Buruan telpon ibuk. "

Tubuh saya serasa bergemuruh. Seakan-akan setiap sel-nya mengucap syukur dan bertasbih akan rezeki dari Allah. Saya segera mengambil handphone dan menelpon Ibuk. Ibuk terdengar kaget. Sebenarnya bukan hasil yang beliau takutkan melainkan saya yang beliau khawatirkan. Saya bersyukur memiliki orang tua yang tidak pernah menuntut apa pun terhadap saya.

Di detik berikutnya, saya dan Ibuk mengucap syukur bahagia, menangis seolah jarak yang jauh itu kami rengkuh dalam sebuah pelukan hangat. Terdengar kakak ipar saya juga ikut histeris berbahagia.

Teruntuk pasien-pasien kami di masa depan, percayalah..untuk ada di posisi ini kami sangat bersungguh-sungguh, karena kami sangat menyadari bahwa kami bersinggungan dengan yang 'bernyawa'..perjuangan ini untuk kalian :''

Banyak hal yang saya pelajari dari proses yang baru saja saya lewati. Bahwa memang benar, "tidak ada hasil yang mengkhianati usaha". Tidak perlu takut dan mengkhawatirkan apa-apa yang belum tentu terjadi karena itu hanya akan menyakiti. Tetap berusaha yang terbaik, berdoa, meminta ridho orang tua dan percayalah..bahwa rencana Allah akan selalu indah :')

Terima kasih, Allah..
Lagi-lagi selembar episode hidup baru saja saya lewati..
Sungguh, bila bukan tanpa-Mu, maka tidak akan pernah ada artinya aku..

#latepost

Indah pada waktu-Nya

Sabtu, 21 Juni 2014 02.45 by SHINTA TRILUSIANI 0 komentar
Kalau saja blog ini adalah manusia, mungkin saya sudah dikutuk karena terlalu lama meninggalkannya. Ya, bukan berarti saya tidak pernah berkunjung disini. Ada beberapa tulisan yang ditulis lalu -karena dirasa hampa- maka saya putuskan untuk menyimpannya rapat-rapat dalam kotak draft. Berharap tidak ada bagian-bagian yang mencuat ke permukaan. Dan membiarkan mereka bercengkrama lebih lama di sebuah ruang bernama 'hati'. *Shintaaaa ngomong apasih shintaaaaaa* -__- 

Tenang, tulisan kali ini akan saya share.
Hmm, tentang apa ya? Rasanya ide-ide ini silih berganti saling sikut ingin keluar dari kepala saya. Ngomong-ngomong, postingan terakhir saya mengenai dunia per-koass-an itu sekitar bulan Mei tahun lalu, ketika saya berada di stase interna, stase pertama saya. Sekarang, saya sedang menjalani kehidupan bahagia di stase Radiologi. 3 Stase terakhir saya selama di dunia per-koass-an. Yes, antara sedih dan senang. Saya benar-benar merasa beruntung menjalani kehidupan sebagai dokter muda. Merasakan jatuh bangun dalam sebuah kebersamaan, persaingan, perjuangan dan benar-benar merasa belajar untuk melihat kehidupan dalam arti yang 'sebenarnya'. Hampir 5 tahun saya belajar di kota ini. Entah apa rasanya jika suatu hari harus berpisah dengan tempat ini. Benar kata pepatah jawa yang menyebutkan bahwa "Witting tresno jalaran soko kulino", bahwa cinta tumbuh karena terbiasa. Saya sudah benar-benar terbiasa dengan kota ini. Dengan semua hal di dalam nya. Udaranya, cuacanya, kulturnya, orang-orangnya aaaakkk rasanya saya tidak cukup kuat untuk perpisahan itu nanti :''
Saya mencintai Bandar Lampung. Seperti halnya saya mencintai FK-RSUAM-RSAY. Tempat saya menimba ilmu dan pengalaman selama bertahun-tahun. Tempat saya menghabiskan waktu berhari-hari, bahkan terkadang tidak peduli apakah itu hari raya, tanggal merah atau sekadar hari minggu biasa. Saya mencintai tiap sudutnya. Tidak terkecuali semua hal di dalamnya. Konsulen yang baik, kakak perawat, kakak bidan, petugas administrasi, sampai kakak-kakak ob/og. Mereka telah membantu menghadirkan dunia yang sebenarnya dalam ukuran 'mini' pada keseharian saya. 

Menghitung 3 stase akhir dalam karir saya sebagai dokter muda terkadang membuat saya cukup berfikir. Radiologi-kulit-ikakom dan yah, ujian kompetensi. Setelah itu? Tentu saja. Bagian yang paling saya tunggu-tunggu sekaligus bagian yang akan menjadi babak baru dalam kehidupan saya. 
-Sumpah Dokter-

Bukan masalah takut atau tidak percaya diri. Namun pada saat itu, saya adalah seorang dokter, yang mempertanggungjawabkan semua keputusan atas nama saya sendiri. Tanggung jawab sebagai seorang dewasa. Memang setelah sumpah dokter, kami masih akan menjalankan kehidupan sebagai dokter internship. Tidak masalah. Bagi saya, setelah disumpah maka kami sudah terikat dalam sebuah amanah. Sesuatu yang akan dipertanggungjawabkan dunia dan akhirat. 

Jantung saya selalu berdebar keras, setiap membayangkan amanah itu. Bukan karena saya merasa bahwa itu adalah beban. Bukan, bukan sama sekali. Melainkan menjadi cambuk yang menyadarkan saya untuk memikirkan semua keputusan yang saya ambil. Belajar untuk tidak asal berbicara, belajar untuk bertindak cepat dan tepat, belajar untuk menanamkan empati yang lebih, belajar untuk mengambil keputusan terbaik dan belajar untuk menjadi dokter yang baik yang dibutuhkan, yang diandalkan dan yang dipercaya oleh pasiennya. Dan pada saat itu juga, panggilan kami akan berubah. Tidak lagi "dek koass" atau "mbak koass" melainkan "Dok..Dokter.."


Entahlah. Mungkin terlalu dini memikirkannya. Tapi bagi saya perjuangan yang baik selalu dimulai dari sebuah persiapan yang matang. Semoga ini akan berjalan indah, seperti sebagaimana mestinya :)



Bandar Lampung, 21 Juni 2014

Aku ingin

Sabtu, 11 Januari 2014 06.21 by SHINTA TRILUSIANI 0 komentar
Aku ingin mendengar tanpa suara..
Seperti halnya ingin berbicara tanpa kata..


Aku ingin menulis tanpa huruf..
Seperti halnya ingin bernyanyi tanpa nada..


Aku ini menangis tanpa air mata..
Seperti halnya ingin pergi...
 tanpa meninggalkan duka..



Sebut Saja Dokter Muda

Minggu, 05 Mei 2013 00.03 by SHINTA TRILUSIANI 3 komentar
Setelah sekian bulan menjadi butiran debu di bawah keset, akhirnya saya mendapat kesempatan untuk menyentuh kembali keyboard bukan untuk mengerjakan sebuah tugas suci seorang dokter muda, tetapi untuk kembali menumpahkan jerit-jerit batin yang selama ini terpasung keadaan (?)
#halah apa ini #abaikan #silahkan lambaikan tangan ke kamera!

Ah kangen menumpahkan ketidakjelasan.
Ya walau sekarang sudah tidak lagi tergolong mahasiswa, herannya saya masih saja aneh seperti biasanya. Sebenarnya saya tidak pernah merasa aneh (cenderung merasa selalu keren), tapi kelakuan dari orang-orang sekitar cukup membuat saya tersadar akan satu hal. Bahwa mereka lebih aneh, lebih tidak normal (?)

Setelah menjalani masa pra koass beberapa minggu, akhirnya saya resmi menjadi bagian dalam dunia kepaniteraan, sebut saja "dokter muda". Beuh, dari namanya mungkin yang terbayang adalah sesosok mahluk rapi jali, selalu membawa buku-buku tebal, tas kecil yang berisi senjata perang, stetoskop yang terkalung rapi, dan semua yang serba cepat. Minggu-minggu pertama jadi koass, kebayakan bahkan nyaris hampir semua dokter muda menghabiskan dengan foto-foto menggunakan snelli (itu tuuh baju putihnya dokter) kemudian mengganti dp bbm, twitter dan segenap social media lainnya. Terus di bawahnya hampir dapat dipastikan ada teman yang komen "wah udah jadi dokter ya, nanti gw berobat gratis ya.." | si dokter muda menjawab "hehe boleh-boleh..do'ain ya.." (padahal yang dihapal baru dosis paracetamol doang) #yang penting gayak bray!

Kehidupan kepaniteraan klinik saya dimulai di stase penyakit dalam. Kata orang sih, mayor yang paling dewa abis! Paling enak! Yang paling dikit nguras berat badan deh pokoknya!
Penyakit dalam adalah kumpulan dari segala macam jenis penyakit. Semuanya ada. Bahkan saya berani jamin, kekomplitan penyakit di ilmu penyakit dalam jauh lebih komplit dari saladnya orang indonesia (read : gado-gado).

Satu hal yang saya senangi di rumah sakit ini adalah pasien lelaki dan perempuan dipisah, menular dan tidak menular juga dipisah. Dulunya saya fikir, apa komunikasi antara perawatnya juga dibatasi hijab dan pas mau ngomong harus ketok-ketok dinding pembatas "assalamu'alaikum..ukhti afwan di ruang X dopaminnya sedang habis, boleh pinjam dari ruangan sebelah dulu ndak?"
Hehe #shinta ngaco

Disini, guru para dokter muda adalah pasien-pasien kelas 2 dan kelas 3. Entah apa jadinya kami tanpa mereka :') dan karena itu, saya sangat-sangat menghargai mereka dan memperlakukan mereka sebagaimana kami ingin diperlakukan.

Dan mereka pun akan menghargai kita dengan hal yang sama.
Contoh kecil ketika salah seorang pasien yang mau pulang, dia berpamitan dan mengucapkan terima kasih. Sederhana? Tapi lebih dari cukup. Ketika bisa merasakan apa yang pasien rasakan, yakinlah mereka juga pasti bisa merasakan kepedulian yang ingin kita sampaikan.

Seorang konsulen mengajari bahwa "Anggaplah pasien itu adalah keluarga kalian, maka kalian akan berusaha sekuat mungkin untuk melakukan yang terbaik demi mereka.."

Entah kenapa saya selalu terngiang-ngiang nasehat itu. Setiap saya memegang pasien, saya selalu membayangkan kalau dia adalah keluarga saya. Saya mencoba untuk dekat dengan mereka, mengerti apa yang mereka rasakan, mempelajari apa yang mereka keluhkan bahkan sesekali mencoba menghibur mereka. Saya memang senang membuat orang lain tertawa. Senang berinteraksi dengan orang lain, bahkan pernah berfikir..suatu hari nanti saya bertemu dengan pasien-pasien yang mungkin tidak saya kenali, namun mengenal saya, bisa bertegur sapa dan akrab layaknya teman lama. Yah, saya selalu memikirkan.."Akan seperti apa saya dikenang nanti?"

Maka tidak jarang, saya bisa kenal satu per satu pasien yang saya pegang bahkan termasuk keluarga pasien juga. Pernah saya mencoba ngelawak di depan seorang pasien yang PPOK dengan CHD. Si bapak ketawa-ketawa puas, namun nafasnya terlihat megap-megap yang membuat saya merasa berdosa dan mencoba untuk menahan gejolak jiwa pelawak yang ada di diri saya.

Hal yang paling menyedihkan selalu hadir di setiap akhir minggu, dimana setiap akhir minggu selalu terjadi rotasi ruangan. Hal ini membuat saya harus berpisah dengan pasien-pasien yang saya tangani sebelumnya. Saya selalu ingat pesan mereka yang senada saat saya pamit karena besok tidak di ruangan itu lagi. Yang paling saya ingat adalah ucapan dari pak R yang waktu itu mengidap abses paru.. "Dokter shinta ini paling ramah orangnya..lucu suka ngelawak. Dokter mau ketawa-ketawa bareng kami. Tetap ramah ya dok, pasti dicari orang. Saya mendo'akan supaya dokter cepat sukses." dan serentak 1 ruangan tanpa dikomando langsung sahut menyahut aamiin. Mereka saling timpal menimpali do'a untuk saya yang tidak seberapa ini :')
*huks huks TISUUU MANAAA TISUUUU

Saya benar-benar tidak menyangka akan ada di titik ini. Berjibaku setiap harinya dengan airmata, kotoran manusia, darah atau pun nanah yang senantiasa. Bertatapan langsung dengan ajal seorang manusia. Bertatapan langsung dengan binar harapan yang berpendar dan keyakinan untuk menyerahkan sepenuhnya di tangan seorang dokter.

Rasanya pecah ketika kita tidak bisa melakukan apa-apa untuk keselamatan mereka. Lega ketika tubuh yang sudah dingin tak bersuara kembali membuka mata :)

Teruntuk mereka yang percaya :

Saya tahu saya masih jauh dari sosok seorang dokter yang kalian harapkan.
Saya masih bodoh, saya masih egois, bahkan terkadang masih sombong.
Saya bukanlah sosok yang sempurna.
Mungkin hingga kapan pun tidak akan ada di kesempurnaan itu..
Namun 1 hal yang harus kalian tahu bahwa saya tidak ingin mengecewakan kalian.
Saya akan terus belajar,belajar, belajar dan terus berbenah.

Karena saya tidak ingin kalian salah memberikan kepercayaan kepada seseorang yang tidak bisa menghargai "arti sebuah nyawa.."

Terima kasih untuk untaian do'a. Pun do'a yang sama untuk kesembuhan kalian.
Semoga menjadi jalan untuk sebuah pertemuan indah dengan- Nya, di surga :)



Bandar Lampung, 5 Mei 2013

di Balik Jas Putih

di balik jas putih...
orang-orang hanya tahu, bahwa ada tubuh yang pantang rubuh..
sekali pun harus terjaga hingga subuh..
padahal tak banyak yang tahu, betapa rapat persembunyian sisi rapuh itu..

di balik jas putih...
ada simbahan darah, muntah dan kotoran manusia yang senantiasa..
tapi senyum tentu tak boleh musnah..
dari wajah yang tak boleh lelah, walau tergenang oleh sumpah serapah atau mungkin jerat hukum negara..

di balik jas putih...
menjalani episode kehidupan..menyaksikan dari yang lahir hingga yang berakhir..
dari yang merah hingga yang renta..dari yang sakit fisik hingga ke jiwa..
semua ini lebih dari nyata..
pertarungan antara detik ke detik, demi seutuh nyawa..

di balik jas putih..
kita belajar mengenai pengorbanan..tidak hanya fisik, mungkin juga perasaan..
mungkin kita, mungkin juga keluarga yang diduakan oleh pengabdian..
bergulat seumur hidup dengan ribuan penyakit, dari yang obatnya bertebaran bahkan hingga yang obatnya belum ditemukan..

di balik jas putih..
entah akan ada kisah apalagi yang kembali diajarkan-Nya..
mengenai yang hidup..mengenai yang mati..
bahkan arti sebagai seorang abdi..
hanya untuk-Mu sajalah, Allah..
di balik jas putih ini, kami meniti sebuah jalan untuk kembali..
mempersiapkan sebuah pertemuan dengan-Mu nanti..


*prakoass hari pertama
Bandar Lampung, 25 Februari 2013