Alhamdulillah..
Udah lama banget aku nggak posting..dikarenakan jadwal yang sangat padat (halah! :p) dan juga koneksi internet yang kayak manula , aku baru sempet nyampah lagi sekarang.
Kangen yaaaa ? Pada kangeeeeeennn yaaaaa ? Alhamduuuuuu---lillaaaaaahhh *kibas sorban.
Anyway , aku juga kangen banget nulis-nulis nggak jelas di blog ini.Apa kabarnya duniamu , sahabat dandelion ?
:))
Aku bawa cerita dari negeriku.Cerita yang cukup menyita senyum saking gembiranya.Semua bermula dari seorang sahabat,ya..si kucing gendut hehee , *matilah aku kalau mahluk itu baca :p
Jemarinya dituntun oleh takdir untuk meng-copy-kan sebuah link lomba resensi buku yang menjadi bahan refleksiku beberapa hari ini.."7 keajaiban rezeki" karya si Mr.Right , babang Ippho Santosa.
Aku dan kucing gendut memang sedang gencar-gencarnya berperang untuk mengamalkan isi buku ini. Bersama , kami ingin meletupkan keajaiban-keajaiban dalam hidup kami.Ya..memutuskan untuk menjadi BUKTI.
Bukan lagi berdiri diantara jemaah yang layu dalam penantian bukti-bukti yang diciptakan orang lain.
Masih ingat betul di ingatanku , si kucing gendut mengcopykan link itu di account facebook ku. Aku yang saat itu sangat merindukan 'bom atom' sedekah yang tingkat ledakannya tinggi mulai tertantang oleh pematik yang dicetus oleh si kucing gendut yang kerap mencari ilmu di account-account milik Ippho Santosa.
Dia meminta ku untuk mencoba mengikuti lomba itu,menggingat hadiahnya yang lumayan bisa menjadi salah satu 'amunisi peperangan' kami.Yah hanya penulis dan yang bersangkutan yang mengerti dengan sejelas-jelasnya apa yang dimaksud peperangan disini :p
Mataku mengerling seketika,waktu melihat nominal hadiahnya.Cukup menggiurkan *ngelap iler*
Tapi , aku ingat satu hal. Aku tidak menghapal secara menyeluruh isi buku itu. Memang aku memahami isinya , tapi tidak ingat detail isi buku itu. Sayangnya lagi, buku itu sedang dipinjam oleh seorang teman, sehingga aku tidak membawa buku 7 Keajaiban Rezeki saat liburan. Melilit otakku seperti perut wanita yang sedang terkena mentruasi hari pertama.
"Ayooo shinta..keluarkan akalmu.."bisik batinku menyemangati. Sesekali jemari ini berutal mengetuk-ngetuk jidat yang semakin lebar.
Terbersit di fikiranku untuk membeli buku itu lagi.Yak..2 buku. Untuk apa?Setelah lomba ini,bukunya mau diapain?Ditambah lagi harga buku ini yang tidak pengertian dengan kantongku yang sedang diet ketat.
"Daripada beli lagi,mending uang buat beli bukunya disedekahin aja. Lah tapi gimana mau ngeresensi orang isi bukunya aja udah lupa.."
Kalau disinetron-sinetron itu, ya seperti ada angel dan devil di sisi-sisiku.
Aku sempat dilema.Pengen hadiahnya, tapi otak lagi hibernasi pasca di tampar ujian-ujian yang menjemukan. Aku tambah bingung. Kucing gendut bilang.."jangan dipaksa tul..kalo gak ikut gak apa-apa.."
Tapi aku terlanjur tertantang.
Ya, entah ini kelebihan atau justru kekurangan.
Aku selalu sulit menghilangkan tantangan-tantangan yang terlanjur dipercikkan ke arahku.
Si kucing gendut mengirimiku message di fb mengenai ringkasan buku itu.
Oh..mulianya kucing gendut yang sangar ini hahaha :p
Aku mencoba membolak-balik memoriku.
Menarik ulur ingatan yang sempat terpasang di belahan-belahan otak.
Lalu membuka laptop dan Ms.Word terbentang putih di hadapanku.
Mandek.
Ya..biar ku perjelas M-A-N-D-E-K. alias B-U-N-T-U.
Aku mengalihkan perhatian dengan memutar musik-musik yang akrab menemani telinga ku. Lagu-lagu edcoustic bernyanyi riang nan merdu. Menari-nari dalam melodi yang islami.
Sesekali bergantian dengan penyanyi-penyanyi bersuara berlian lainnya.
Hmm..sedikit menenangkan, namun tetap saja tidak ada yang berubah.
Aku menyingkirkan laptop dari hadapanku. Aku paling enggan menyiksa fikiran dengan rasa terpaksa.
Sejenak aku memejamkan mata.
Nggak tahu harus nulis apa,atau setidaknya mulai darimana.
Aku mencoba mengobok-obok pelajaran bahasa indonesia dulu mengenai resensi. Sesekali mengangguk.Tapi layar laptop itu masih terlihat begitu bersih. Ya Tuhan..waktu penggalangan dukungan resensi sudah berjalan dari kemarin.Itu artinya aku sudah telat 1 hari.Okelah , tak masalah.
Aku membayangkan alasan-alasan apa yang harus kujadikan pijakan awal , yang menjadi titik tumpu yang kuat dan tangguh, hingga ke depannya tak ada lagi perasaan-perasaan rapuh yang kelu dan benar-benar tidak jelas seperti ini.
SEDEKAH.
Lantas saja aku terbayang lagu Opick-sedekah yang melantun dan membuai anganku akan sebuah nirwana yang terbentang untuk mereka yang ringan tangan bersedekah. Beberapa hari ini, hal itu termasuk pengharaapan yang sangat dirindukan oleh hatiku. Ingin sekali rasanya bersedekah dengan nominal yang besar. Enam angka nol akan sangat cukup menghibur diriku.
Aku membayangkan hal itu sejadi-jadinya.
Membayangkan, betapa puas dan nikmatnya, ketika sanubari kita merengkuh sesuatu yang tenangkannya, yakni berbagi, yakni sedekah.
Tiba-tiba semilir surga serasa hinggap dan menari-nari berkuasa tatkala anganku bertubi-tubi, semakin membabi buta tak kuasa menahan besarnya gejolak sedekah. Dadaku terasa membuncah, seolah ada yang ingin meluap dari tiap dindingnya.
Tuhan..sungguh ingin aku.
Sungguh.
Ah , Engkaulah yang lebih tahu.
Mungkin banyak bertanya, mengapa begitu berlebihan rasanya aku menggambarkan indahnya rasa bersedekah. Asal tahu saja, bersedekah itu memiliki komplikasi paling nyata, yakni CANDU. Benar-benar mencandu rasanya. Saya selalu tak cukup akal memikirkan mereka yang candu untuk memfoya-foyakan uangnya untuk membeli tembakau kertas, atau membeli minuman keras atau narkoba atau segenap candu yang sudah jelas haram dan TIDAK ADA FAEDAH-nya. Lebih baik candu bersedekah. Kalau kata lagu Opick.."Alangkah indah, orang bersedekah..dekat dengan Allah..dekat dengan surga.."
Kurang nikmat apa?
Nikmat apa yang mengalahkan nikmatnya dekat dengan Allah ?
APA? APA?
Gelora itu membara sudah.
Tiba-tiba saja jemari ini liar dan brutal di atas keyboard yang pasrah. Keluar sudah semua huruf-huruf yang seolah lepas sebebas bebasnya. Dan akhirnya? Selesai :)
Tapi aku merasa resensi itu jauhlah dari kesempurnaan. Banyak kalimat yang terbaca sangat tidak fokus. Lari-lari,lompat-lompat tidak jelas. Persis orang yang sedang berorasi. Mungkin saking berapi-apinya hehe.
Aku memutuskan untuk menunda dulu mengirimnya hari ini. Aku melanjutkan melakukan aktifitas lain.
Keesokan harinya, cobaan itu semakin durjana.
Aku semakin malas untuk melihat resensi itu lagi, apalagi memperbaiki dan menyelesaikannya.
Begitu berantakan memang tulisanku itu, dan nyatanya aku sadar akan hal itu.
Entahlah, aku masih enggan. Si kucing gendut kembali bertanya mengenai resensiku. Ia mengingatkanku bahwa batas pengumpulannya sampai tanggal 23 Agustus, dan waktu pengumpulan dukungan sudah berlangsung 2 hari. Aku tertegun sesaat,hmm dua saat, tiga saat dan ah..ber-saat-saat ternyata. Aku terlalu lama tertegun dengan tidak jelas. Masih enggan ternyata. Kabur dulu mungkin baiknya.
Aku kembali melarikan diri dari kondisi ini. Pengap rasanya terkukung terlalu lama dalam ruang bernama ambisi,obsesi atau entah bahasa apa yang cocok untuk itu. Aku kembali merapuh.
Inilah aku. Seolah tak bertanggung jawab dengan kerjaan yang sudah aku 'nyaris' selesaikan. Berapi di awal,meredup di pertengahan dan yah..aku takut padam pada akhirnya. Tapi aku tidak ingin menzalimi nurani dan otakku terlalu jauh. Baiklah, bendera putih ! Selamat rasa malas,anda memenangkan pertarungan batin ini!
Aku menghabiskan hari itu dengan berjalan dan bermain-main bersama teman-temanku di bengkulu. Sejenak melupakan resensi yang sudah terekam di laptop. Tapi entah kenapa. Labil sekali rasanya. Aku tidak ingin memikirkan resensi itu,tapi semakin tak ingin,maka rasa tanggung jawab terhadapnya semakin menjadi.
Pulangnya,aku membuka laptop lagi. Benar tebakan kalian. Aku membaca ulang resensi itu. Aku memutuskan untuk mencari second opinion dan meng-sms kucing gendut. Aku akhirnya memutuskan untuk mengirimkan naskah resensi yang kuanggap berantakan itu kepada kucing gendut yang kebetulan sedang ngapel ke tempat nora. Sekalian saja nora juga kumintai pendapatnya. Setelah mengirimkan resensi itu kepada mereka berdua,aku menanti komentar mereka.
Tak lama setelah itu keluar jawaban dari kucing gendut.
"Resensi lo udah bagus,tapi bahasanya bisa disederhanain nggak?Agak susah dipahami dan kalo bisa nggak terlalu panjang."
Itu salah satu kelemahanku. Paling susah kalau menulis singkat. Dan bahasa? Ya Tuhan..aku lupa kalau naskah resensi ini akan dibaca oleh manusia normal. Baiklah,aku mencoba menghapus dan mengganti kata-kata gaib yang ada di resensi itu.
Tak lama setelah itu,nora yang berkomentar.
"Bener shin. Kayaknya di beberapa paragraf itu banyak pengulangan hal yang sama. Coba diganti deh. Terus tanda bacanya harusnya gini harusnya gini. Benerin dulu tanda bacanya. Terus paragraf yang ini rancuh deh coba lo baca lagi. Iya kan? Coba ganti. Apa gitu yang enak.."
Aku benar-benar kagum dengan ketelitian beliau ini. Pantas menjadi editor jempolan. Pasti nilai bahasa indonesia nya bagus dulu.
Entah kenapa,setelah dikomentari semangatku meluap-luap kembali. Seolah habis mendapat sesajen untuk bangkit dari kubur. Jemari makin liar menari di atas keyboard yang terlihat kesakitan ditimpa jari-jari bantet yang brutal. Semuanya mengalir begitu saja. Semakin ringan imajinasi-imajinasi kata itu meluncur bebas tanpa hambatan. Sesekali imajinasi itu berpapasan dengan semangat yang menjadikannya kobaran yang membakar.
Alhamdulillah..Resensi ini 'hidup' untuk yang kedua kalinya.
Lantas saja otakku terasa berat. Seolah habis kesurupan kata-kata. Letih juga pada akhirnya. Seolah habis memeras otak beserta jajarannya yang bertanggung jawab terhadap aksi barusan.
Aku mengirimkan email itu lagi ke kucing gendut dan dia membalasnya.."Oke udah bagus. Udah kirim aja. Perasaan gw yang ini lebih bisa dimengerti."
Alhamdulillah ternyata aku masih cukup fasih berbahasa manusia normal.
Setelah memperhatikan tanda bacanya sekali lagi, aku akhirnya memutuskan untuk mengirimkan naskah resensi itu nyaris tengah malam. Lebih tepatnya nyaris telat 3 hari.
Aku kembali teringat,sesungguhnya tidak ada impian yang tidak bisa diusahakan,tidak ada impian yang luput dari do'a dan tidak ada impian yang tidak bisa dibeli dengan amal. Sekali kita mendayung, jangan berhenti sebelum tiba di pulau tujuan. Malam itu, aku pun bergrilya mencari dukungan untuk resensi yang telah aku kirim. Untuk masuk ke dalam 50 besar, aku harus menjadi 50 resensi yang paling banyak di-like. Aku melihat jumlah peserta. Bergidiklah rambut romaku. Okelah..300an peserta shinta.
Tidaklah masalah jumlah peserta yang ikut lombanya, yang penting nanti kau yang jadi juaranya. Otakku terus berusaha memotivasi diri, walau hati mulai ketar ketir dalam rasa takut dan keinginan yang semakin membuncah untuk mundur.
Aku berusaha mencabik-cabik rasa takut itu. Membuka kedua mataku selebar-lebarnya. Sesekali menepuk-nepuk pundakku sendiri. Hidup ini adalah berlari, jika kau sudah masuk ke dalamnya maka jangan pernah berdamai dengan kata berhenti. Otakku prima sekali malam itu. Fikiran pasrah benar-benar diharamkan masuk melewati sawarnya.
Aku mulai meminta bantuan kepada teman-teman yang masih online di facebook untuk mendukung resensiku. Beberapa diantara mereka langsung semangat membantu,dan beberapa yang lain justru ogah-ogahan untuk memberi dukungan walau pada akhirnya mendukung juga. Si kucing gendut sudah memberi dukungan dari awal. Komentar dan jempolnya yang jumbo sudah menghiasi layar yang sekarang berlatar belakang resensiku. Ya..resensi yang berjudul.."KEDAHSYATAN DUNIA KANAN."
Setelah mendapat beberapa dukungan, aku mencoba untuk terlelap sejenak. Karena saat itu masih bulan suci Ramadhan, aku takut terlalu pulas tertidur hingga menyiakan makan sahur yang penuh rahmat itu.
Sebelum tidur, aku sempat berfikir sejenak. Aku harus yakin akan menang. Aku harus yakin. Tak peduli berapa peserta. Aku harus menjadi pemenang. Aku meminta pada-Nya dan sebelum tidur, aku membayangkan dalam imajinasi yang aku ciptakan bahwa aku benar-benar menjadi juara pada lomba ini. Membayangkan nominalnya, membayangkan piagamnya dan membayangkan hal-hal yang dapat aku lakukan dengan itu semua. Sampai akhirnya, aku larut dalam tidur yang lelap.
Subuhnya, aku berbicara kepada kedua orang tuaku mengenai lomba ini. Aku memohon restu dan do'a dari mereka berdua. Aku yakin, pintu langit tak akan terbuka tanpa kerelaan dari mereka berdua. Mereka pun menyambutnya dengan sukacita. Tampaknya mereka pun sudah bosan melihatku mengukur luas tempat tidur sepanjang hari tanpa ada aktifitas lain yang dapat kulakukan.
Siang harinya, aku mulai gencar untuk meminta dukungan. Si kucing gendut juga ikut membantu mempromosikan resensiku ke temannya dan grup motivasi yang diikutinya di facebook. Banyak yang ngedumel gara-gara aku chat untuk menge-like resensi lombaku. Aku sih sebodo amat hehe..namanya juga usaha. Untuk impian yang maksimal ya usahanya harus setimpal.
Berhari-hari aku melakukan hal demikian. Bahkan, aku meminjam password dan email temanku yang berhalangan karena suatu hal untuk menge-like. Luar biasanya, dia meminjamkan password dan username 2 orang saudaranya yang lain. Subhanallah :)
Alhamdulillah saat itu jumlah like di resensiku cukup lumayan banyak walau tidak seluar biasa rekan-rekan lain yang resensinya dilike sampai 1000an. Kecut juga semangatku melihatnya. Namun kucing gendut tetap merasa yakin aku akan masuk 50 besar. Sistem penilaian resensi ini dimulai dari 50 resensi dengan jumlah like terbanyak, baru setelah 50 besar itu hanya diambil 6 orang, lalu ditentukan mana juara 1,2,3 hingga juara harapannya.
Terkadang, aku terjebak dalam dilema. Sebuah keraguan yang menyesatkan. Dalam batinku, aku mempertanyakan benarkah jurus-jurus yang di jabarkan oleh Ippho santosa dalam 7 keajaiban rejeki itu yang sedang aku terapkan sekarang? Benarkah aku akan jadi pemenang? Benarkah akan jadi kenyataan? Ah..sudah jangan banyak tanya.Lakukan saja. Begitu imbauan dari buku itu. Aku pun seperti orang yang berlari sambil memejamkan matanya. Cukup lakukan saja apa yang diimbau buku ini. Memaksimalkan ikhtiar, mendo'akan impian dan membeli impian itu dengan amal. Aku pun tak lupa untuk mengetuk pintu langit melalui doa bidadariku, dan membuka kembali silaturahim dengan teman-teman dan keluarga besar lainnya melalui chatting atau pun via sms. Mereka tak sungkan untuk membantuku. Aku benar-benar menyebar link lomba itu kemana-mana. Di grup FB, di tumblr, di blog, twitter dan segenap link akun sosial yang aku punya. Tak lupa membeli impian ini dengan amal.
Aku tidak bisa lupa kejadian itu. Kepada dia, salah satu teman FB yang membuat do'aku begitu dekat dengan Rabbku. Saat itu, aku men-chatting orang itu untuk minta dukungan resensi. Sungguh, balasannya bikin mataku terasa terpercik oleh natrium bikarbonat dan hatiku teriris lalu ditetesi asam sulfat.
"Dongo lo..tolol..pengen maling lo.usahaaa.."
Seumur-umur, orangtuaku tidak pernah sekalipun mengatakan hal sehina itu padaku. Sakit memang saat itu, tapi otakku menangkap kesempatan ini. Kapan lagi do'aku begitu dekat dengan Allah? Aku segera berdo'a pada-Nya. Memohon ampun dan keridhaan-Nya agar aku bisa menang pada lomba ini.
Ah, hanya setitik nila.
Aku tidak akan terpengaruh. Tak ingin terpengaruh.
Aku terus meminta dukungan kepada teman-teman FB yang lain. Sampai akhirnya, masa penggalangan dukungan itu selesai.
Namun perjuanganku belum selesai. Kegalauan dan rasa pesimis memang terkadang menggerogoti semangatku, tapi impian itu terlanjur berkobar!!
Aku sudah terlanjur menjalani semua ini.
Jangan berhenti mendayung sebelum kita tiba di pulau tujuan.
Tetap saja, ada waktu tersendiri untuk lomba ini di tiap doa, baik setelah beribadah atau sebelum tidur, dan aku berusaha menyempatkan diri melakukan anjuran Ippho Santosa, seperti yang dilakukannya saat menunggu kelahirkan anaknya, yakni membaca surah Al-Fatihah sebelum tidur beberapa kali. Tak lupa aku membayangkan sebelum tidur, bahwa aku memang benar-benar akan menjadi pemenang. Anomali dan aneh bukan rasanya? Sudah..jalani saja, kata Ippho Santosa.
Tiba akhirnya, tanggal 27 Agustus 2011.
Hari pengumuman pemenang.
Aku sudah menantikan pengumuman itu pada sedari tengah malam. Aku fikir, pengumumannya akan keluar terlebih dahulu. Ternyata belum.
Keesokan harinya, sahabat-sahabatku di bengkulu mengajak untuk bermain. Hayolah..aku tidak menolak. Bosan juga kalau aku harus hidup di rumah terus. Kami menghabiskan waktu kami dengan bermain sepeda se-brutal-brutalnya, sehingga aku mulai meninggalkan kegalauanku. Ah, apa pun hasilnya nanti, aku tidak akan menyesal. Aku sudah memaksimalkan semuanya, sisanya? Itu hak Rabb yang Maha Menentukan.
Aku kembali menggoes sepeda di pantai dengan cepat, balapan bersama sahabat-sahabatku.
Aku benar-benar lupa dengan lomba itu. Karena sore harinya aku berbuka bersama sahabat-sahabatku. Nikmat sekali rasanya makan sepuasnya setelah berletih-letih segila-gilanya.
Sesampai di rumah, aku melihat ibu sedang membuat kue lebaran. Aku mencoba ikut membantu. Mencoba melakukan hal yang sama dengan hal yang dilakukan ibu. Lalu ibu tersenyum melihat usahaku, walau hasil kue yang aku buat dengan yang ibu buat seperti langit dan inti bumi. --__--"
Tiba-tiba hapeku berbunyi.
Terlihat nama si kucing gendut di layarnya. Aku menyambut telfon itu dengan santai. Setengah berteriak suara di ujung telfon menyebutkan sesuatu. Tapi apa yah sesuatu itu? Sesuatu banget tampaknya. Sayangnya, aku tidak mendengar apa-apa kecuali suara setengah teriak dan bunyi kresek-kresek dari sinyal yang parah. Aku kaget si kucing gendut menelfon setengah berteriak, lalu tidak jelas suaranya dan telfon tertutup. Dalam bayanganku, apa jangan-jangan anak ini lagi dibekap maling? Lalu mendadak amnesia nomer telfon polisi?
Segera aku menelfon balik. Suara diujung telfon makin nyaring..
"SHINTAAAAA..LO MENAAAANG..SUMPAAAH BENERAAAN..BURUAAAN LO LIAT SEKARANG?"
Mataku melotot, jantungku ikut melotot hmm oke jantungku tidak melotot, hanya berdebar saja sejadi-jadinya.
"Haa?? Demi apa sih? Emang dapat juara berapa?"
"JUARA 1..BENERAN..NAMA LO DISANA..BURUAN GIH LO CEK..!!"
Sekarang bukan cuma mata yang melotot, tapi hidung juga kompak ikut melotot.
"Aih demi sih ndut. Beneran nama gw apa nggak itu?" tanyaku masih nggak percaya.
"IYAAAA..BURUAAAN LIAAAT..."
Aku buru-buru menyudahi pembicaraan dengan kucing gendut dan sesegera mungkin membuka laptop lalu membuka link lomba itu.
"Allah..iiiittuuu beneraaan shinta trilusiani nama gw kan?"
Dan benar.
Tidak salah lagi.
Itu Shinta Trilusiani, asal : Bengkulu, Judul Resensi : Kedahsyatan Dunia Kanan.
Alhamdulillah. Aku langsung mengucap kata itu tiada henti.
Mengingat semuanya dari awal, hingga sekarang itu semua menjadi sebuah keyakinan bagiku bahwa tidak ada yang TIDAK MUNGKIN dengan ridha dari-Nya. Janji Allah itu benar adanya, kalau kita ingin meminta, pintalah pada-Nya. Sungguh, tidak akan ada nikmat yang pantas kita ingkari.
Aku yakin, sungguh yakin.
Ini hanyalah sebagian kecil mozaik pembuktian dari Allah kepadaku.
Aku kembali mengingat hal-hal abnormal yang aku lakukan. Mulai dari membayangkan kemenangan ini nyaris setiap malam, hingga membeli impian ini dengan amal, nyaris tidak masuk di logika ini semua bisa menjadi nyata. Mengingat pesaing-pesaing super dari seluruh indonesia.
Aku tersenyum hangat dalam syukur yang begitu dalam.
Sungguh, TIDAK ADA IMPIAN yang TIDAK BISA DIUSAHAKAN, TIDAK ADA IMPIAN yang LUPUT DARI DO'A, dan TIDAK ADA IMPIAN yang TIDAK BISA DIBELI DENGAN AMAL.
Lakukanlah seperti layaknya para pemenang lakukan.
Lakukan saja, tak perlu banyak tanya.
Sisanya? Serahkan pada-Nya, Allah SWT yang memegang keputusan tertinggi sejagat raya.
"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"
(Ar-Rahman : 55)
:))
Bandar Lampung, 11 September 2011
Udah lama banget aku nggak posting..dikarenakan jadwal yang sangat padat (halah! :p) dan juga koneksi internet yang kayak manula , aku baru sempet nyampah lagi sekarang.
Kangen yaaaa ? Pada kangeeeeeennn yaaaaa ? Alhamduuuuuu---lillaaaaaahhh *kibas sorban.
Anyway , aku juga kangen banget nulis-nulis nggak jelas di blog ini.Apa kabarnya duniamu , sahabat dandelion ?
:))
Aku bawa cerita dari negeriku.Cerita yang cukup menyita senyum saking gembiranya.Semua bermula dari seorang sahabat,ya..si kucing gendut hehee , *matilah aku kalau mahluk itu baca :p
Jemarinya dituntun oleh takdir untuk meng-copy-kan sebuah link lomba resensi buku yang menjadi bahan refleksiku beberapa hari ini.."7 keajaiban rezeki" karya si Mr.Right , babang Ippho Santosa.
Aku dan kucing gendut memang sedang gencar-gencarnya berperang untuk mengamalkan isi buku ini. Bersama , kami ingin meletupkan keajaiban-keajaiban dalam hidup kami.Ya..memutuskan untuk menjadi BUKTI.
Bukan lagi berdiri diantara jemaah yang layu dalam penantian bukti-bukti yang diciptakan orang lain.
Masih ingat betul di ingatanku , si kucing gendut mengcopykan link itu di account facebook ku. Aku yang saat itu sangat merindukan 'bom atom' sedekah yang tingkat ledakannya tinggi mulai tertantang oleh pematik yang dicetus oleh si kucing gendut yang kerap mencari ilmu di account-account milik Ippho Santosa.
Dia meminta ku untuk mencoba mengikuti lomba itu,menggingat hadiahnya yang lumayan bisa menjadi salah satu 'amunisi peperangan' kami.Yah hanya penulis dan yang bersangkutan yang mengerti dengan sejelas-jelasnya apa yang dimaksud peperangan disini :p
Mataku mengerling seketika,waktu melihat nominal hadiahnya.Cukup menggiurkan *ngelap iler*
Tapi , aku ingat satu hal. Aku tidak menghapal secara menyeluruh isi buku itu. Memang aku memahami isinya , tapi tidak ingat detail isi buku itu. Sayangnya lagi, buku itu sedang dipinjam oleh seorang teman, sehingga aku tidak membawa buku 7 Keajaiban Rezeki saat liburan. Melilit otakku seperti perut wanita yang sedang terkena mentruasi hari pertama.
"Ayooo shinta..keluarkan akalmu.."bisik batinku menyemangati. Sesekali jemari ini berutal mengetuk-ngetuk jidat yang semakin lebar.
Terbersit di fikiranku untuk membeli buku itu lagi.Yak..2 buku. Untuk apa?Setelah lomba ini,bukunya mau diapain?Ditambah lagi harga buku ini yang tidak pengertian dengan kantongku yang sedang diet ketat.
"Daripada beli lagi,mending uang buat beli bukunya disedekahin aja. Lah tapi gimana mau ngeresensi orang isi bukunya aja udah lupa.."
Kalau disinetron-sinetron itu, ya seperti ada angel dan devil di sisi-sisiku.
Aku sempat dilema.Pengen hadiahnya, tapi otak lagi hibernasi pasca di tampar ujian-ujian yang menjemukan. Aku tambah bingung. Kucing gendut bilang.."jangan dipaksa tul..kalo gak ikut gak apa-apa.."
Tapi aku terlanjur tertantang.
Ya, entah ini kelebihan atau justru kekurangan.
Aku selalu sulit menghilangkan tantangan-tantangan yang terlanjur dipercikkan ke arahku.
Si kucing gendut mengirimiku message di fb mengenai ringkasan buku itu.
Oh..mulianya kucing gendut yang sangar ini hahaha :p
Aku mencoba membolak-balik memoriku.
Menarik ulur ingatan yang sempat terpasang di belahan-belahan otak.
Lalu membuka laptop dan Ms.Word terbentang putih di hadapanku.
Mandek.
Ya..biar ku perjelas M-A-N-D-E-K. alias B-U-N-T-U.
Aku mengalihkan perhatian dengan memutar musik-musik yang akrab menemani telinga ku. Lagu-lagu edcoustic bernyanyi riang nan merdu. Menari-nari dalam melodi yang islami.
Sesekali bergantian dengan penyanyi-penyanyi bersuara berlian lainnya.
Hmm..sedikit menenangkan, namun tetap saja tidak ada yang berubah.
Aku menyingkirkan laptop dari hadapanku. Aku paling enggan menyiksa fikiran dengan rasa terpaksa.
Sejenak aku memejamkan mata.
Nggak tahu harus nulis apa,atau setidaknya mulai darimana.
Aku mencoba mengobok-obok pelajaran bahasa indonesia dulu mengenai resensi. Sesekali mengangguk.Tapi layar laptop itu masih terlihat begitu bersih. Ya Tuhan..waktu penggalangan dukungan resensi sudah berjalan dari kemarin.Itu artinya aku sudah telat 1 hari.Okelah , tak masalah.
Aku membayangkan alasan-alasan apa yang harus kujadikan pijakan awal , yang menjadi titik tumpu yang kuat dan tangguh, hingga ke depannya tak ada lagi perasaan-perasaan rapuh yang kelu dan benar-benar tidak jelas seperti ini.
SEDEKAH.
Lantas saja aku terbayang lagu Opick-sedekah yang melantun dan membuai anganku akan sebuah nirwana yang terbentang untuk mereka yang ringan tangan bersedekah. Beberapa hari ini, hal itu termasuk pengharaapan yang sangat dirindukan oleh hatiku. Ingin sekali rasanya bersedekah dengan nominal yang besar. Enam angka nol akan sangat cukup menghibur diriku.
Aku membayangkan hal itu sejadi-jadinya.
Membayangkan, betapa puas dan nikmatnya, ketika sanubari kita merengkuh sesuatu yang tenangkannya, yakni berbagi, yakni sedekah.
Tiba-tiba semilir surga serasa hinggap dan menari-nari berkuasa tatkala anganku bertubi-tubi, semakin membabi buta tak kuasa menahan besarnya gejolak sedekah. Dadaku terasa membuncah, seolah ada yang ingin meluap dari tiap dindingnya.
Tuhan..sungguh ingin aku.
Sungguh.
Ah , Engkaulah yang lebih tahu.
Mungkin banyak bertanya, mengapa begitu berlebihan rasanya aku menggambarkan indahnya rasa bersedekah. Asal tahu saja, bersedekah itu memiliki komplikasi paling nyata, yakni CANDU. Benar-benar mencandu rasanya. Saya selalu tak cukup akal memikirkan mereka yang candu untuk memfoya-foyakan uangnya untuk membeli tembakau kertas, atau membeli minuman keras atau narkoba atau segenap candu yang sudah jelas haram dan TIDAK ADA FAEDAH-nya. Lebih baik candu bersedekah. Kalau kata lagu Opick.."Alangkah indah, orang bersedekah..dekat dengan Allah..dekat dengan surga.."
Kurang nikmat apa?
Nikmat apa yang mengalahkan nikmatnya dekat dengan Allah ?
APA? APA?
Gelora itu membara sudah.
Tiba-tiba saja jemari ini liar dan brutal di atas keyboard yang pasrah. Keluar sudah semua huruf-huruf yang seolah lepas sebebas bebasnya. Dan akhirnya? Selesai :)
Tapi aku merasa resensi itu jauhlah dari kesempurnaan. Banyak kalimat yang terbaca sangat tidak fokus. Lari-lari,lompat-lompat tidak jelas. Persis orang yang sedang berorasi. Mungkin saking berapi-apinya hehe.
Aku memutuskan untuk menunda dulu mengirimnya hari ini. Aku melanjutkan melakukan aktifitas lain.
Keesokan harinya, cobaan itu semakin durjana.
Aku semakin malas untuk melihat resensi itu lagi, apalagi memperbaiki dan menyelesaikannya.
Begitu berantakan memang tulisanku itu, dan nyatanya aku sadar akan hal itu.
Entahlah, aku masih enggan. Si kucing gendut kembali bertanya mengenai resensiku. Ia mengingatkanku bahwa batas pengumpulannya sampai tanggal 23 Agustus, dan waktu pengumpulan dukungan sudah berlangsung 2 hari. Aku tertegun sesaat,hmm dua saat, tiga saat dan ah..ber-saat-saat ternyata. Aku terlalu lama tertegun dengan tidak jelas. Masih enggan ternyata. Kabur dulu mungkin baiknya.
Aku kembali melarikan diri dari kondisi ini. Pengap rasanya terkukung terlalu lama dalam ruang bernama ambisi,obsesi atau entah bahasa apa yang cocok untuk itu. Aku kembali merapuh.
Inilah aku. Seolah tak bertanggung jawab dengan kerjaan yang sudah aku 'nyaris' selesaikan. Berapi di awal,meredup di pertengahan dan yah..aku takut padam pada akhirnya. Tapi aku tidak ingin menzalimi nurani dan otakku terlalu jauh. Baiklah, bendera putih ! Selamat rasa malas,anda memenangkan pertarungan batin ini!
Aku menghabiskan hari itu dengan berjalan dan bermain-main bersama teman-temanku di bengkulu. Sejenak melupakan resensi yang sudah terekam di laptop. Tapi entah kenapa. Labil sekali rasanya. Aku tidak ingin memikirkan resensi itu,tapi semakin tak ingin,maka rasa tanggung jawab terhadapnya semakin menjadi.
Pulangnya,aku membuka laptop lagi. Benar tebakan kalian. Aku membaca ulang resensi itu. Aku memutuskan untuk mencari second opinion dan meng-sms kucing gendut. Aku akhirnya memutuskan untuk mengirimkan naskah resensi yang kuanggap berantakan itu kepada kucing gendut yang kebetulan sedang ngapel ke tempat nora. Sekalian saja nora juga kumintai pendapatnya. Setelah mengirimkan resensi itu kepada mereka berdua,aku menanti komentar mereka.
Tak lama setelah itu keluar jawaban dari kucing gendut.
"Resensi lo udah bagus,tapi bahasanya bisa disederhanain nggak?Agak susah dipahami dan kalo bisa nggak terlalu panjang."
Itu salah satu kelemahanku. Paling susah kalau menulis singkat. Dan bahasa? Ya Tuhan..aku lupa kalau naskah resensi ini akan dibaca oleh manusia normal. Baiklah,aku mencoba menghapus dan mengganti kata-kata gaib yang ada di resensi itu.
Tak lama setelah itu,nora yang berkomentar.
"Bener shin. Kayaknya di beberapa paragraf itu banyak pengulangan hal yang sama. Coba diganti deh. Terus tanda bacanya harusnya gini harusnya gini. Benerin dulu tanda bacanya. Terus paragraf yang ini rancuh deh coba lo baca lagi. Iya kan? Coba ganti. Apa gitu yang enak.."
Aku benar-benar kagum dengan ketelitian beliau ini. Pantas menjadi editor jempolan. Pasti nilai bahasa indonesia nya bagus dulu.
Entah kenapa,setelah dikomentari semangatku meluap-luap kembali. Seolah habis mendapat sesajen untuk bangkit dari kubur. Jemari makin liar menari di atas keyboard yang terlihat kesakitan ditimpa jari-jari bantet yang brutal. Semuanya mengalir begitu saja. Semakin ringan imajinasi-imajinasi kata itu meluncur bebas tanpa hambatan. Sesekali imajinasi itu berpapasan dengan semangat yang menjadikannya kobaran yang membakar.
Alhamdulillah..Resensi ini 'hidup' untuk yang kedua kalinya.
Lantas saja otakku terasa berat. Seolah habis kesurupan kata-kata. Letih juga pada akhirnya. Seolah habis memeras otak beserta jajarannya yang bertanggung jawab terhadap aksi barusan.
Aku mengirimkan email itu lagi ke kucing gendut dan dia membalasnya.."Oke udah bagus. Udah kirim aja. Perasaan gw yang ini lebih bisa dimengerti."
Alhamdulillah ternyata aku masih cukup fasih berbahasa manusia normal.
Setelah memperhatikan tanda bacanya sekali lagi, aku akhirnya memutuskan untuk mengirimkan naskah resensi itu nyaris tengah malam. Lebih tepatnya nyaris telat 3 hari.
Aku kembali teringat,sesungguhnya tidak ada impian yang tidak bisa diusahakan,tidak ada impian yang luput dari do'a dan tidak ada impian yang tidak bisa dibeli dengan amal. Sekali kita mendayung, jangan berhenti sebelum tiba di pulau tujuan. Malam itu, aku pun bergrilya mencari dukungan untuk resensi yang telah aku kirim. Untuk masuk ke dalam 50 besar, aku harus menjadi 50 resensi yang paling banyak di-like. Aku melihat jumlah peserta. Bergidiklah rambut romaku. Okelah..300an peserta shinta.
Tidaklah masalah jumlah peserta yang ikut lombanya, yang penting nanti kau yang jadi juaranya. Otakku terus berusaha memotivasi diri, walau hati mulai ketar ketir dalam rasa takut dan keinginan yang semakin membuncah untuk mundur.
Aku berusaha mencabik-cabik rasa takut itu. Membuka kedua mataku selebar-lebarnya. Sesekali menepuk-nepuk pundakku sendiri. Hidup ini adalah berlari, jika kau sudah masuk ke dalamnya maka jangan pernah berdamai dengan kata berhenti. Otakku prima sekali malam itu. Fikiran pasrah benar-benar diharamkan masuk melewati sawarnya.
Aku mulai meminta bantuan kepada teman-teman yang masih online di facebook untuk mendukung resensiku. Beberapa diantara mereka langsung semangat membantu,dan beberapa yang lain justru ogah-ogahan untuk memberi dukungan walau pada akhirnya mendukung juga. Si kucing gendut sudah memberi dukungan dari awal. Komentar dan jempolnya yang jumbo sudah menghiasi layar yang sekarang berlatar belakang resensiku. Ya..resensi yang berjudul.."KEDAHSYATAN DUNIA KANAN."
Setelah mendapat beberapa dukungan, aku mencoba untuk terlelap sejenak. Karena saat itu masih bulan suci Ramadhan, aku takut terlalu pulas tertidur hingga menyiakan makan sahur yang penuh rahmat itu.
Sebelum tidur, aku sempat berfikir sejenak. Aku harus yakin akan menang. Aku harus yakin. Tak peduli berapa peserta. Aku harus menjadi pemenang. Aku meminta pada-Nya dan sebelum tidur, aku membayangkan dalam imajinasi yang aku ciptakan bahwa aku benar-benar menjadi juara pada lomba ini. Membayangkan nominalnya, membayangkan piagamnya dan membayangkan hal-hal yang dapat aku lakukan dengan itu semua. Sampai akhirnya, aku larut dalam tidur yang lelap.
Subuhnya, aku berbicara kepada kedua orang tuaku mengenai lomba ini. Aku memohon restu dan do'a dari mereka berdua. Aku yakin, pintu langit tak akan terbuka tanpa kerelaan dari mereka berdua. Mereka pun menyambutnya dengan sukacita. Tampaknya mereka pun sudah bosan melihatku mengukur luas tempat tidur sepanjang hari tanpa ada aktifitas lain yang dapat kulakukan.
Siang harinya, aku mulai gencar untuk meminta dukungan. Si kucing gendut juga ikut membantu mempromosikan resensiku ke temannya dan grup motivasi yang diikutinya di facebook. Banyak yang ngedumel gara-gara aku chat untuk menge-like resensi lombaku. Aku sih sebodo amat hehe..namanya juga usaha. Untuk impian yang maksimal ya usahanya harus setimpal.
Berhari-hari aku melakukan hal demikian. Bahkan, aku meminjam password dan email temanku yang berhalangan karena suatu hal untuk menge-like. Luar biasanya, dia meminjamkan password dan username 2 orang saudaranya yang lain. Subhanallah :)
Alhamdulillah saat itu jumlah like di resensiku cukup lumayan banyak walau tidak seluar biasa rekan-rekan lain yang resensinya dilike sampai 1000an. Kecut juga semangatku melihatnya. Namun kucing gendut tetap merasa yakin aku akan masuk 50 besar. Sistem penilaian resensi ini dimulai dari 50 resensi dengan jumlah like terbanyak, baru setelah 50 besar itu hanya diambil 6 orang, lalu ditentukan mana juara 1,2,3 hingga juara harapannya.
Terkadang, aku terjebak dalam dilema. Sebuah keraguan yang menyesatkan. Dalam batinku, aku mempertanyakan benarkah jurus-jurus yang di jabarkan oleh Ippho santosa dalam 7 keajaiban rejeki itu yang sedang aku terapkan sekarang? Benarkah aku akan jadi pemenang? Benarkah akan jadi kenyataan? Ah..sudah jangan banyak tanya.Lakukan saja. Begitu imbauan dari buku itu. Aku pun seperti orang yang berlari sambil memejamkan matanya. Cukup lakukan saja apa yang diimbau buku ini. Memaksimalkan ikhtiar, mendo'akan impian dan membeli impian itu dengan amal. Aku pun tak lupa untuk mengetuk pintu langit melalui doa bidadariku, dan membuka kembali silaturahim dengan teman-teman dan keluarga besar lainnya melalui chatting atau pun via sms. Mereka tak sungkan untuk membantuku. Aku benar-benar menyebar link lomba itu kemana-mana. Di grup FB, di tumblr, di blog, twitter dan segenap link akun sosial yang aku punya. Tak lupa membeli impian ini dengan amal.
Aku tidak bisa lupa kejadian itu. Kepada dia, salah satu teman FB yang membuat do'aku begitu dekat dengan Rabbku. Saat itu, aku men-chatting orang itu untuk minta dukungan resensi. Sungguh, balasannya bikin mataku terasa terpercik oleh natrium bikarbonat dan hatiku teriris lalu ditetesi asam sulfat.
"Dongo lo..tolol..pengen maling lo.usahaaa.."
Seumur-umur, orangtuaku tidak pernah sekalipun mengatakan hal sehina itu padaku. Sakit memang saat itu, tapi otakku menangkap kesempatan ini. Kapan lagi do'aku begitu dekat dengan Allah? Aku segera berdo'a pada-Nya. Memohon ampun dan keridhaan-Nya agar aku bisa menang pada lomba ini.
Ah, hanya setitik nila.
Aku tidak akan terpengaruh. Tak ingin terpengaruh.
Aku terus meminta dukungan kepada teman-teman FB yang lain. Sampai akhirnya, masa penggalangan dukungan itu selesai.
Namun perjuanganku belum selesai. Kegalauan dan rasa pesimis memang terkadang menggerogoti semangatku, tapi impian itu terlanjur berkobar!!
Aku sudah terlanjur menjalani semua ini.
Jangan berhenti mendayung sebelum kita tiba di pulau tujuan.
Tetap saja, ada waktu tersendiri untuk lomba ini di tiap doa, baik setelah beribadah atau sebelum tidur, dan aku berusaha menyempatkan diri melakukan anjuran Ippho Santosa, seperti yang dilakukannya saat menunggu kelahirkan anaknya, yakni membaca surah Al-Fatihah sebelum tidur beberapa kali. Tak lupa aku membayangkan sebelum tidur, bahwa aku memang benar-benar akan menjadi pemenang. Anomali dan aneh bukan rasanya? Sudah..jalani saja, kata Ippho Santosa.
Tiba akhirnya, tanggal 27 Agustus 2011.
Hari pengumuman pemenang.
Aku sudah menantikan pengumuman itu pada sedari tengah malam. Aku fikir, pengumumannya akan keluar terlebih dahulu. Ternyata belum.
Keesokan harinya, sahabat-sahabatku di bengkulu mengajak untuk bermain. Hayolah..aku tidak menolak. Bosan juga kalau aku harus hidup di rumah terus. Kami menghabiskan waktu kami dengan bermain sepeda se-brutal-brutalnya, sehingga aku mulai meninggalkan kegalauanku. Ah, apa pun hasilnya nanti, aku tidak akan menyesal. Aku sudah memaksimalkan semuanya, sisanya? Itu hak Rabb yang Maha Menentukan.
Aku kembali menggoes sepeda di pantai dengan cepat, balapan bersama sahabat-sahabatku.
Aku benar-benar lupa dengan lomba itu. Karena sore harinya aku berbuka bersama sahabat-sahabatku. Nikmat sekali rasanya makan sepuasnya setelah berletih-letih segila-gilanya.
Sesampai di rumah, aku melihat ibu sedang membuat kue lebaran. Aku mencoba ikut membantu. Mencoba melakukan hal yang sama dengan hal yang dilakukan ibu. Lalu ibu tersenyum melihat usahaku, walau hasil kue yang aku buat dengan yang ibu buat seperti langit dan inti bumi. --__--"
Tiba-tiba hapeku berbunyi.
Terlihat nama si kucing gendut di layarnya. Aku menyambut telfon itu dengan santai. Setengah berteriak suara di ujung telfon menyebutkan sesuatu. Tapi apa yah sesuatu itu? Sesuatu banget tampaknya. Sayangnya, aku tidak mendengar apa-apa kecuali suara setengah teriak dan bunyi kresek-kresek dari sinyal yang parah. Aku kaget si kucing gendut menelfon setengah berteriak, lalu tidak jelas suaranya dan telfon tertutup. Dalam bayanganku, apa jangan-jangan anak ini lagi dibekap maling? Lalu mendadak amnesia nomer telfon polisi?
Segera aku menelfon balik. Suara diujung telfon makin nyaring..
"SHINTAAAAA..LO MENAAAANG..SUMPAAAH BENERAAAN..BURUAAAN LO LIAT SEKARANG?"
Mataku melotot, jantungku ikut melotot hmm oke jantungku tidak melotot, hanya berdebar saja sejadi-jadinya.
"Haa?? Demi apa sih? Emang dapat juara berapa?"
"JUARA 1..BENERAN..NAMA LO DISANA..BURUAN GIH LO CEK..!!"
Sekarang bukan cuma mata yang melotot, tapi hidung juga kompak ikut melotot.
"Aih demi sih ndut. Beneran nama gw apa nggak itu?" tanyaku masih nggak percaya.
"IYAAAA..BURUAAAN LIAAAT..."
Aku buru-buru menyudahi pembicaraan dengan kucing gendut dan sesegera mungkin membuka laptop lalu membuka link lomba itu.
"Allah..iiiittuuu beneraaan shinta trilusiani nama gw kan?"
Dan benar.
Tidak salah lagi.
Itu Shinta Trilusiani, asal : Bengkulu, Judul Resensi : Kedahsyatan Dunia Kanan.
Alhamdulillah. Aku langsung mengucap kata itu tiada henti.
Mengingat semuanya dari awal, hingga sekarang itu semua menjadi sebuah keyakinan bagiku bahwa tidak ada yang TIDAK MUNGKIN dengan ridha dari-Nya. Janji Allah itu benar adanya, kalau kita ingin meminta, pintalah pada-Nya. Sungguh, tidak akan ada nikmat yang pantas kita ingkari.
Aku yakin, sungguh yakin.
Ini hanyalah sebagian kecil mozaik pembuktian dari Allah kepadaku.
Aku kembali mengingat hal-hal abnormal yang aku lakukan. Mulai dari membayangkan kemenangan ini nyaris setiap malam, hingga membeli impian ini dengan amal, nyaris tidak masuk di logika ini semua bisa menjadi nyata. Mengingat pesaing-pesaing super dari seluruh indonesia.
Aku tersenyum hangat dalam syukur yang begitu dalam.
Sungguh, TIDAK ADA IMPIAN yang TIDAK BISA DIUSAHAKAN, TIDAK ADA IMPIAN yang LUPUT DARI DO'A, dan TIDAK ADA IMPIAN yang TIDAK BISA DIBELI DENGAN AMAL.
Lakukanlah seperti layaknya para pemenang lakukan.
Lakukan saja, tak perlu banyak tanya.
Sisanya? Serahkan pada-Nya, Allah SWT yang memegang keputusan tertinggi sejagat raya.
"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"
(Ar-Rahman : 55)
:))
Bandar Lampung, 11 September 2011
Minggu, September 11, 2011
Absolutely Great Shinta!! :D Alhamdulillah