Ketika kita merintis sebuah 'hidup' , maka ingatlah bahwa sesuatu yang 'dimulai' pasti akan 'berakhir'..
hanya saja , waktu punya cara yang berbeda untuk mengisahkannya..
sekeras apa pun kita bertahan , kita tidak akan pernah terpisahkan dengan kata 'perpisahan'..
Apa pun yang kita rasakan detik ini , atau apapun yang kita miliki saat ini , maka bersiaplah untuk membaginya dengan kata perpisahan.
Hidup adalah sebuah ketidakabadian.
Mungkin masa intrauterin pernah mendidik kita mengenai sebuah perpisahan.
Berbulan-bulan menjalani sebuah kebersamaan bersama plasenta.
Melalui berbagai goncangan , himpitan , dan berjuta kisah dalam 9 bulan di rahim yang indah.
Namun perpisahan tetaplah sangat nyata.
Kelahiran kita di bumi menjadi perantara dari sebuah perpisahan itu.
Apakah kita siap ?
Mungkin untuk berfikir siap atau tidak kita belum mampu.
Perpisahan itu adalah sahabat bagi waktu.
Ia tidak akan bertanya mengenai kesiapan kita , tapi ia akan menantang kemampuan kita untuk melewatinya.
Hidup adalah ketidakabadian.
Disaat kita bahagia , ingatlah banyak kemungkinan bahwa kebahagiaan itu akan dipisahkan oleh sebuah kesedihan.
Disaat kita kaya , ingatlah banyak kemungkinan bahwa kekayaan itu akan berakhir dengan sebuah kemiskinan.
Disaat kita mencinta , ingatlah banyak kemungkinan bahwa cinta itu buta dan berakhir dengan kebencian.
Disaat kita berkuasa , ingatlah banyak kemungkinan bahwa kekuasaan yang mendewa akan berakhir dan terlupakan.
Disaat kita merasa pintar , ingatlah bahwa sel-sel otak itu akan menemui ajalnya nanti.
Jika hidup benar-benar adalah sebuah ketidakabadian , lalu mengapa kita tidak menghabiskannya dengan bersyukur ?
-Bandar Lampung , 27 April 2011-
hanya saja , waktu punya cara yang berbeda untuk mengisahkannya..
sekeras apa pun kita bertahan , kita tidak akan pernah terpisahkan dengan kata 'perpisahan'..
Apa pun yang kita rasakan detik ini , atau apapun yang kita miliki saat ini , maka bersiaplah untuk membaginya dengan kata perpisahan.
Hidup adalah sebuah ketidakabadian.
Mungkin masa intrauterin pernah mendidik kita mengenai sebuah perpisahan.
Berbulan-bulan menjalani sebuah kebersamaan bersama plasenta.
Melalui berbagai goncangan , himpitan , dan berjuta kisah dalam 9 bulan di rahim yang indah.
Namun perpisahan tetaplah sangat nyata.
Kelahiran kita di bumi menjadi perantara dari sebuah perpisahan itu.
Apakah kita siap ?
Mungkin untuk berfikir siap atau tidak kita belum mampu.
Perpisahan itu adalah sahabat bagi waktu.
Ia tidak akan bertanya mengenai kesiapan kita , tapi ia akan menantang kemampuan kita untuk melewatinya.
Hidup adalah ketidakabadian.
Disaat kita bahagia , ingatlah banyak kemungkinan bahwa kebahagiaan itu akan dipisahkan oleh sebuah kesedihan.
Disaat kita kaya , ingatlah banyak kemungkinan bahwa kekayaan itu akan berakhir dengan sebuah kemiskinan.
Disaat kita mencinta , ingatlah banyak kemungkinan bahwa cinta itu buta dan berakhir dengan kebencian.
Disaat kita berkuasa , ingatlah banyak kemungkinan bahwa kekuasaan yang mendewa akan berakhir dan terlupakan.
Disaat kita merasa pintar , ingatlah bahwa sel-sel otak itu akan menemui ajalnya nanti.
Jika hidup benar-benar adalah sebuah ketidakabadian , lalu mengapa kita tidak menghabiskannya dengan bersyukur ?
-Bandar Lampung , 27 April 2011-
Posting Komentar
gapapa komen yang pedas..asal dengan kata-kata CERDAS !