Pubertas Kedua

Jumat, 30 September 2011 05.12 by SHINTA TRILUSIANI
Sudah ringkih sekali tampaknya negeri ini.
Tikus-tikus kolong jembatan yang hina tampak sudah naik dari jamban.
Berlaku layaknya mereka yang terpelajar, namun merongrong busuk dalam ketenangan.
Sudah ringkih buta pula..
Ketika dunia yang bertahta, maka amal akan terasa ludah.
Kejujuran akan terasa neraka..
Kezaliman begitu nikmat bak surga.


Tak ada lagi bau amis yang merdu dari bambu-bambu tangguh sang pemberani..
Tidak ada lagi diplomasi-diplomasi cerdas yang penuh harga diri.
Begitu ringkih kah sehingga tak pantas lagi berdiri?


Teriakan merdeka lumpuh sudah.
Kelaparan meraung.. mengilas masa depan yang tertampar oleh pahitnya rasa nyata..
Dibawah kolong berjejer rumah..
Tanpa sadar banyak permata yang mengusang kehilangan harga..
Banyak yang memilih mati karena hanya bisa memilih mati..
Tak mampu membayar hidup dengan rupiah yang terasa angan semata..

Peot sekali tampaknya negeri ini.
Saking rapuhnya matamu, kebenaran seringkali dianggap dusta,
Kebodohan adalah raja, dan pembodohan adalah tahtanya.

Hari ini aku rela berdiri di atas bumi.
Tidak hanya untuk menanti..
Namun mematri diri untuk menjadi bukti..
Kita harus membuatmu muda lagi..
Membuatmu merasakan indahnya pubertas kedua..
Menggairahkan kembali semangat yang pernah membakar..


Hingga suatu hari nanti, sekalipun aku telah mati..
Kibaranmu akan mengoyak bumi karena engkau begitu dihormati..

ibu pertiwi..

(Bandar Lampung,30 September 2011)

0 Response to "Pubertas Kedua"

Posting Komentar

gapapa komen yang pedas..asal dengan kata-kata CERDAS !