seperti dandelion

Kamis, 21 April 2011 05.42 by SHINTA TRILUSIANI
Terkadang , ada sebuah masa yang bernama masa kejenuhan.
Ia mampu membuat kita sekarat dalam kepenatan..
Tapi ia juga mampu mengingatkan kita , bahwa hidup adalah perjuangan dan itu tidak gampang..

Aku selalu terjebak dalam sebuah dilema.Ketika waktu untuk liburan sangatlah tidak banyak.
Ia hanya terdiri dari sekumpulan 24 jam yang sangat singkat.Sangat timpang dengan sekelumit agenda yang menanti kehadiran aku di dalamnya.Sumpah aku bukan selebritis.
Tapi keadaan terkadang berkata demikian.Yah , aku bisa apa kalo memang mereka menganggap seperti itu.
Sekali lagi bukan aku lho yang bilang.

Kuliah di jurusan ini memang menuntut aku untuk membuat sumur-sumur ketabahan yang sangat banyak.Karena , di tengah perjalanan pasti banyak terjadi godaan juga goncangan hidup yang menggemparkan.
Kalo tidak kuat , yah siap-siap gulung tikar dan duduk manis di rumah menunggu lamaran.

Lagi-lagi dilema kepulangan selalu menjadi momok di tiap lembar cerita hidup di jurusan ini.Berbulan-bulan berhadapan dengan manusia berjas putih , disertai dengan kitab medis yang bisa melumpuhkan batang otak , praktikum bersama yang hidup,yang 'tiada',yang berukuran kecil sampai mata nyaris picek kalo dipaksa untuk melihatnya dan setumpuk kegiatan-kegiatan tralala trilili yang banyaknya nauzubillah.
Siapa yang tidak jenuh ?
Mungkin aku sudah lupa rasanya hidup tenang..

Sumpah aku tidak menyalahkan keadaan.
Tapi aku juga tidak menyalahkan diri sendiri.
Disela waktu yang makin membabi buta ini , aku selalu berupaya untuk berkomunikasi dengan diriku sendiri.Agar aku tahu apa maunya.Apa yang terjadi di dalamnya.
Jangan sampai , aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada tubuh ini.

Mendelik lebih dalam , tampak sebuah rongga suram dalam mata orang ini , yah aku maksudnya.
Mata nya semakin kelam.Indah sekali hiasan seperti pelangi hitam yang melingkar di sudut matanya yang lelah itu.Tapi ruang di hatinya jauh lebih pilu tampaknya.
ah aku mengenali ruang ini.
Dulu ia begitu ramai.Begitu bercorak.
Ada corak kebahagian dari ibu , keteduhan mata sang ayah , omelan sang kakak juga donga dan sahabat-sahabat luar biasa.
Walau di kota juang ini , banyak coretan-coretan baru yang juga menggemparkan semangatku.
Tapi mereka selalu mendapat porsi rindu yang besar di hatiku.

Benar-benar kejenuhan tingkat khayangan.
Tingkat langit.

Dan hanya 3 x 24 jam yang tersedia untukku jika aku memutuskan untuk pulang , sementara aspal hitam lengkap dengan bolongan dasyat itu memisahkan 13 jam , antara rumah dengan kota juang ini.
ah jauh sekali :'(

Besi yang bisa terbang itu pun tidak mampir langsung ke kota ku.
Masa aku harus belok ke jakarta dulu ?
Mubazir..Mengingat aku masih semester 4 dan masih banyak perjalanan hidup yang harus ditunjang dengan uang.

Aku semakin tersudut oleh jenuh yang semakin merajalela.Ia seolah selangkah lagi akan mencolok mataku dan memaksanya untuk mengeluarkan genangan-genangan bening yang terlalu sering membasahkan mataku.
Aku ternyata memang belum begitu matur untuk hidup jauh dari mereka.

Tapi ayah selalu punya penguatan yang terkadang memang sulit dibedakan dengan ancaman.
"ingat..tujuan awal kesana adalah sekolah.belajarlah baik-baik disana..jangan pikirkan pulang.nanti ada waktunya.."
walau memang jawaban ayah selalu kontradiksi dengan ibu yang selalu mengandung harapan di tiap oktaf suaranya.."jadi pulang nak ? ibu rindu anak ibu.."

Semakin tak kuat rasanya.
Aku ingin nekat saja seperti dulu.Menembus 13 jam , melewati hutan belantara dengan sopir yang tentunya laki-laki dan sejumlah penumpang lain yang tidak aku kenal.Ingin sekali rasanya aku melakukan itu.

Tapi sepertinya beberapa minggu belakangan , aku menimbun terlalu banyak materi kuliah yang tidak aku pahami.Terlalu banyak untuk dipahami di penghujung minggu ujian nanti.
Mungkin aku bisa gila mendadak kalau harus memahami itu semua di ujung.
Kalau aku tidak memahaminya ? Lebih parah dari gila.
Mungkin aku harus bertemu tamu lama , penyesalan.

Yah..aku harus melapangkan hati.
Mencoba mencari-cari sumur ketabahan yang tlah kugali dari masa lampau.
Berharap airnya tenang dan menyegarkan.


Bukan kah aku ingin tangguh seperti DANDELION ?
Dandelion yang indah , hanya akan bisa tumbuh jika ia hidup jauh dari induknya , dari keluarganya.
Angin menerbangkannya jauh.
Tak tentu arah.
Tak jelas waktu.
Tapi dandelion tetap saja akan tumbuh indah.




Dan suatu saat , angin akan membawanya terbang menjauh kembali.
Meninggalkan kehidupan lama , untuk menciptakan kehidupan indah lainnya di dunia lain.



Seperti dandelion.
Yang tidak peduli angin..
Yang tidak peduli takdir.


Seperti itu aku.
Yang akan kuat , sekalipun jauh.
Karena cukup bagiku tahu , bahwa mereka mencintai dan mendoakanku.
:)





-bandar lampung,21 April 2011-

2 Response to "seperti dandelion"

  1. r.a.siti marhani Says:

    mantap!! jadi ikut terhanyut gw bacanya. terhanyut di sungai pastinya hahahaha
    eh emg siapa yg blg lo selebritis? hueekkkss
    ciee yg siap2 nunguu lamaran di rumah, udh siap kayanya mah

  2. SHINTA TRILUSIANI Says:

    selebritis maksudnya saking sibuknya haneee..
    heh itu cuma bahasa doang lho yang lamaran itu.hahaha pikiran lo dasyat :p

Posting Komentar

gapapa komen yang pedas..asal dengan kata-kata CERDAS !