Sebenarnya bingung mau memulai dari mana. Namun lebih banyak malu.
Malu, karena belum banyak coretan impian karena berhasil mewujudkan.
Rasanya butuh sesuatu yang lebih. Yang lebih bermanfaat, lebih beresensi dan lebih.
Mimpi itu butuh karakter, kawan! Tapi ia jauh lebih menanti untuk diwujudkan!
Aku tak tahu jika hal seperti ini terdefinisikan sebagai ambisi.
Dan sepertinya, aku jauh tidak peduli sekalipun ini memang ambisi.
Ahh..pas sekali..
Ketika menulis ini, Tuhan menghadirkan hujan dan memposisikannya sebagai melodi hati.
Basah rasanya semangat yang sudah terlalu lama kering.
1 hal yang selalu sulit untuk ku amalkan, dan sayangnya perjalanan ini akan tetap begitu saja tanpa adanya 'hal' itu. Tahukah? Ya..ia berupa sebuah sikap yang bernama konsisten. Hal ini menjadi sulit, apalagi ditunjang dengan kepribadianku yang sulit fokus. Sahabat lain menyebutnya istiqomah.Tentunya konsisten untuk menjadi lebih baik. Tidaklah sama dengan stagnan. Melainkan teguh. Ya, sejenis kekuatan untuk bertahan dalam berjuang.
Rasanya ia hanya seperti bara dalam hati. Sesekali terasa panasnya, namun ketika benar-benar dirasa, ia hanya tersisa dalam wujud abu yang siap terbang setelah padam dilahap api.
Aku mulai meracau dalam galau. Rasanya tak cukup bijak memang, menyadari, namun tak kunjung mengaplikasi. Mengetahui, tapi tak kunjung memahami. Aku paling benci menjadi bodoh. Sungguh sangat benci.
Kita dididik tentunya untuk menjadi cendikiawan. Tak boleh termakan zaman. Tak boleh lekang oleh keadaan. Apalagi pasrah dan larut dalam kalah. Karena amanah yang kita emban, bukanlah kisah yang yang hanya kita yang perankan. Ada derita berbeda yang kita toreh namun tak terasa oleh kita.
Bukankah mimpi yang pernah kita ceritakan adalah untuk 'semua'?
Maka, selama hidup tak berarti, maka selama itu pula kita tak punya arti.
Aku mulai menerka-nerka. Keputusan apa yang harus ditegaskan oleh hati yang tak boleh melemah.
Aku menarik nafas. Nafas yang nyaris tak bernyali.
Aku mencoba menghadirkan refleksi bulan terbaik dalam 365 hari ini. Sebutlah ia, Ramadhan. Sebuah bulan yang diakui suci. Entah kenapa pikiran ini berlabuh kesana. Menyongsong jauh apa-apa yang telah tertanam ketika semesta mentarbiyah kita agar tak boleh kalah. Saat anugerah terasa bukanlah semboyan semata.
Saat Illah mencurahkan berkah pahala melimpah ruah tak terpetakan lagi oleh bahagia yang sewajarnya.
Sudahkah kita belajar untuk 11 bulan setelahnya?
Kita hanya butuh ketegasan, kawan!
Ketegasan untuk MOVE ON!
Ketegasan untuk meninggalkan kebodohan! Ketegasaan untuk meninggalkan 'kejahiliahan'!
Ketegasan untuk meninggalkan jerat rasa malas! Ketegasan untuk keluar dari zona nyaman! Ketegasan untuk belajar dalam kesungguhan! Ketegasan untuk meninggalkan rengekan para pecundang! Ketegasan untuk membuang masa-masa galau! Ketegasan untuk menyadari kenyataan bahwa kita adalah milik dan pemilik masa depan! Ketegasan untuk melawan, selagi panji kebenaran masih terpegang! Ketegasan untuk meninggalkan masa-masa suram! Ketegasan untuk melepaskan belenggu hati berkepanjangan!
Ketegasan untuk menyadari bahwa setiap perbuatan akan diminta pertanggung jawaban!
Ketegasan untuk menyadari apa yang diucapkan oleh lidah yang salah bisa berakibat neraka! Ketegasan untuk menguatkan langkah menuju Dia Yang Esa!
Ketegasan yang meyakinkan kita bahwa inilah masa terbaik untuk bangkit. Jika tidak hari ini, demi masa! Kita tidak tahu kapan lagi kesempatan untuk berubah itu ada. Bertindaklah, seolah nafas ini akan berhenti alirannya. Berucaplah, seolah hujan kebaikan adalah musim sejatinya. Beramalah, seolah kematian siap mengintai langkah yang baru mulai kita jejakkan. Belajarlah untuk hidup, dan hiduplah untuk belajar.
Karena dalam memperbaiki diri dan sepantasnya senantiasa memperbaiki diri, yang kita butuhkan hanya satu,yakni..MOVE ON dari kesalahan masa lalu.
Ya, semoga berbentuk upaya dan tidak hanya sebatas..kata.
disudut -kamar juang
Bengkulu, 28 Agustus 2012
Malu, karena belum banyak coretan impian karena berhasil mewujudkan.
Rasanya butuh sesuatu yang lebih. Yang lebih bermanfaat, lebih beresensi dan lebih.
Mimpi itu butuh karakter, kawan! Tapi ia jauh lebih menanti untuk diwujudkan!
Aku tak tahu jika hal seperti ini terdefinisikan sebagai ambisi.
Dan sepertinya, aku jauh tidak peduli sekalipun ini memang ambisi.
Ahh..pas sekali..
Ketika menulis ini, Tuhan menghadirkan hujan dan memposisikannya sebagai melodi hati.
Basah rasanya semangat yang sudah terlalu lama kering.
1 hal yang selalu sulit untuk ku amalkan, dan sayangnya perjalanan ini akan tetap begitu saja tanpa adanya 'hal' itu. Tahukah? Ya..ia berupa sebuah sikap yang bernama konsisten. Hal ini menjadi sulit, apalagi ditunjang dengan kepribadianku yang sulit fokus. Sahabat lain menyebutnya istiqomah.Tentunya konsisten untuk menjadi lebih baik. Tidaklah sama dengan stagnan. Melainkan teguh. Ya, sejenis kekuatan untuk bertahan dalam berjuang.
Rasanya ia hanya seperti bara dalam hati. Sesekali terasa panasnya, namun ketika benar-benar dirasa, ia hanya tersisa dalam wujud abu yang siap terbang setelah padam dilahap api.
Aku mulai meracau dalam galau. Rasanya tak cukup bijak memang, menyadari, namun tak kunjung mengaplikasi. Mengetahui, tapi tak kunjung memahami. Aku paling benci menjadi bodoh. Sungguh sangat benci.
Kita dididik tentunya untuk menjadi cendikiawan. Tak boleh termakan zaman. Tak boleh lekang oleh keadaan. Apalagi pasrah dan larut dalam kalah. Karena amanah yang kita emban, bukanlah kisah yang yang hanya kita yang perankan. Ada derita berbeda yang kita toreh namun tak terasa oleh kita.
Bukankah mimpi yang pernah kita ceritakan adalah untuk 'semua'?
Maka, selama hidup tak berarti, maka selama itu pula kita tak punya arti.
Aku mulai menerka-nerka. Keputusan apa yang harus ditegaskan oleh hati yang tak boleh melemah.
Aku menarik nafas. Nafas yang nyaris tak bernyali.
Aku mencoba menghadirkan refleksi bulan terbaik dalam 365 hari ini. Sebutlah ia, Ramadhan. Sebuah bulan yang diakui suci. Entah kenapa pikiran ini berlabuh kesana. Menyongsong jauh apa-apa yang telah tertanam ketika semesta mentarbiyah kita agar tak boleh kalah. Saat anugerah terasa bukanlah semboyan semata.
Saat Illah mencurahkan berkah pahala melimpah ruah tak terpetakan lagi oleh bahagia yang sewajarnya.
Sudahkah kita belajar untuk 11 bulan setelahnya?
Kita hanya butuh ketegasan, kawan!
Ketegasan untuk MOVE ON!
Ketegasan untuk meninggalkan kebodohan! Ketegasaan untuk meninggalkan 'kejahiliahan'!
Ketegasan untuk meninggalkan jerat rasa malas! Ketegasan untuk keluar dari zona nyaman! Ketegasan untuk belajar dalam kesungguhan! Ketegasan untuk meninggalkan rengekan para pecundang! Ketegasan untuk membuang masa-masa galau! Ketegasan untuk menyadari kenyataan bahwa kita adalah milik dan pemilik masa depan! Ketegasan untuk melawan, selagi panji kebenaran masih terpegang! Ketegasan untuk meninggalkan masa-masa suram! Ketegasan untuk melepaskan belenggu hati berkepanjangan!
Ketegasan untuk menyadari bahwa setiap perbuatan akan diminta pertanggung jawaban!
Ketegasan untuk menyadari apa yang diucapkan oleh lidah yang salah bisa berakibat neraka! Ketegasan untuk menguatkan langkah menuju Dia Yang Esa!
Ketegasan yang meyakinkan kita bahwa inilah masa terbaik untuk bangkit. Jika tidak hari ini, demi masa! Kita tidak tahu kapan lagi kesempatan untuk berubah itu ada. Bertindaklah, seolah nafas ini akan berhenti alirannya. Berucaplah, seolah hujan kebaikan adalah musim sejatinya. Beramalah, seolah kematian siap mengintai langkah yang baru mulai kita jejakkan. Belajarlah untuk hidup, dan hiduplah untuk belajar.
Karena dalam memperbaiki diri dan sepantasnya senantiasa memperbaiki diri, yang kita butuhkan hanya satu,yakni..MOVE ON dari kesalahan masa lalu.
Ya, semoga berbentuk upaya dan tidak hanya sebatas..kata.
disudut -kamar juang
Bengkulu, 28 Agustus 2012
Senin, Juli 22, 2013
"MOVE On.... !"
gak tau mau bilang apa tp yang terpenting Aku suka...